Sumber Gambar: https://en.wikipedia.org/wiki/Hacksaw_Ridge
“Bagaimana jika seorang prajurit berperang menggunakan hati nurani?“
Bagi kalian penggemar film-film yang disutradarai Mel Gibson atau paling tidak pernah menonton beberapa filmnya pasti akan langsung merasakan cita rasa yang khas saat menonton Haksaw Ridge. Mel Gibson kerap mempertontonkan pembantaian yang sadis dan brutal di film-film yang ia arahkan. Tentunya tidak akan pernah luput dari ingatan kita bagaimana ia menggarap The Passion of the Christ ( 2004 ) dengan apik. Pembantaian Tuhan Yesus di kayu salib divisualisasikan dengan nyata, menengangkan dan brutal.
Haksaw Ridge semakin memperkuat ciri khas film-film yang digarap langsung oleh Mel Gibson. Perang yang berapi-api Antara Amerika dan Jepang digambarkan dengan sangat mencekam. Deskripsi visual setting yang kelam, suara tembakan yang sangat tajam, darah yang berhamburan, mayat yang bergeletakan adalah sederet sentuhan magis yang diberikan Gibson dalam film Haksaw Ridge. Setelah sepuluh tahun terdiam tanpa karya akhirnya Gibson memberikan sajian yang pantas untuk dicicipi, ibarat seorang koki yang sudah lama tidak memasak memberikan hidangan yang lezat dengan rasa yang pantas untuk didambakan oleh lidah.
Berawal dari keinginan Desmond Tdoss untuk ikut berperang ditengah perang yang berkecambuk antara Amerika dan Jepang. Ibunya seorang wanita yang religius dan selalu mengigatkan Desmond bahwa membunuh adalah dosa yang paling dibenci Tuhan. Ayahnya seorang bekas tentara perang justru berbanding terbalik dengan ibunya, pemabuk dan kerap melakukan kekerasan terhadap istrinya. Desmond pun bergabung untuk ikut berperang melawan Jepang dan menegaskan beberapa syarat yang aneh hingga membutanya direndahkan, diolok-olok teman-temanya bahkan sempat dituntut ke pengadilan Virginia karena tidak mau angkat senjata saat berperang dan dianggap seorang pembangkang.
Desmond bersih kukuh tidak mau menganggkat senjata saat berperang dan menolak dengan tegas untuk tidak ikut berperang di hari sabat (hari sabtu) karena dalam ajaran Alkitab tidak mengizinkan bekerja dihari tersebut. Berkat bantuan Ayahnya Desmon pun dibebaskan dari tuduhan pembangkang dan diizinkan ikut berperang ke Jepang sebagai dokter tentara.
Kisah heroik Desmond yang mengagumkan membuat buluh kuduk berdiri tegap selama kurang lebih tiga puluh menit. Bagaimana ia berjuang menyelamatkan tentara-tentara yang masih bernyawa di tengah-tengah ribuan mayat yang tergeletak di medan perang yang mengerikan. Desmond menyelamatkan puluhan tentara yang kaki dan tangannya buntung saat perang sudah selesai, dan teman-temanya sudah turun dari lembah medan perang. Ia selalu meminta kepada Tuhan untuk menyelamatkan nyawa satulagi hingga puluhan nyawa ia selamatkan.
Desmond selalu membawa Alkitab yang diberikan istrinya kemana pun ia pergi dan berdoa sebelum bertempur melawan musuh. Ia berperang dengan sisi kemanusiawan, cinta kasih dan hati nurani. Haksaw Ridge menjadi sebuah kisah yang unik di tengah ciri khas film-film berlatar belakang perang yang biasanya disajikan dengan sisi patriotisme yang menggebu-gebu untuk melenyapkan musuh.
Mel Gibson memberikan suspension babak dua diakhir cerita. Sebuah sajian yang mempertegas bahwa film Gibson kali ini benar-benar mengharukan dan menegangkan.Setelah menyelamatkan puluhan nyawa teman-temanya ia kembali berjuang dihari berikutnya hingga nyaris mengorbankan dirinya sendiri.Pejuangan dan pergobanan tanpa pamrih mungkin akan menjadi sebuah hal yang klasik jika film ini dikemas dalam bentuk film-film fiktif superhero. Tapi Haksaw Ridge bukan film super hero, melainkan diangkat dari kisah nyata yang disajikan Gibson dengan visual yang nyata dan drama yang pas.
Soal akting Andrew Garfield yang berperan sebagai Desmond si tokoh utama tidak perlu diragukan lagi. Ia mampu membedakan peran super heronya di film fiktif spiderman dengan super hero dikisah nyata di Haksaw Ridge. Gibson tau betul memilih dan mengeksplorasi tokoh-tokoh yang berperan di film-filmnya.