Dia berdiri dengan mata yang masih berkunang-kunang. Gadis itu memegang bahunya, menjaga keseimbangan teman sekelasnya itu. Bukannya membuat dirinya tenang, tapi malah membuat Ghana makin pusing, panas-dingin, jantung berdebar lebih cepat, dan mata makin berkunang-kunang.
Bukan, bukannya ia punya penyakit epilepsi atau penyakit jantung. Tapi karena teman sekelas—yang juga merangkap sebagai penunggu hatinya. Charla, si gadis manis yang punya bulu mata lentik, tinggi tubuhnya semampai, dan rambutnya yang lurus ia biarkan tergerai.
Ruang aula yang di pakai untuk jadi studio foto dadakan ini penuh dengann murid-murid kelas 3 SMP yang sedang di foto untuk membuat pas photo. Ghana paling tidak suka melakukan ini, ini lebih buruk daripada di candid oleh teman-teman sekelasnya. Ia tidak suka berpose kaku dengan dasi yang mencekik lehernya. Tapi mau apa lagi, memangnya di ijazah nanti kita bisa memasang foto dengan pose andalan seperti mengacungkan dua jari tanda peace? Dream on, baby!
Pasti fotonya jelek sekali, pikir Ghana sambil berjalan keluar aula yang penuh sesak. Charla mengikutinya, mencari udara segar. Di dalam sangat penuh dan berisik. Aula sekolah terletak di lantai dua, Ghana dan Charla bersandar pada tembok pembatas yang kokoh.
"Gak kerasa ya, sebentar lagi kita bakal pisah."
"Hhh, iya. Nanti kita SMA, pasti kita disuruh bikin pas photo lagi."
Charla tertawa pelan, "Hahaha, nikmatin aja yang kayak gini. Bisa jadi kenangan lho. Suatu saat nanti, kamu pasti akan tertawa kalau ingat foto-foto teman-temanmu."
Ghana ikut tertawa, "Haha, iya. Nanti pasti aku akan tertawa saat mengingat pose-pose culun kita saat masih SMP seperti ini."
Angin semilir siang membuat wangi rambut Charla tercium oleh Ghana. Wangi morocan rose... Ah, ia sudah benar-benar dibuat jatuh cinta oleh gadis ini. Cinta monyet ala anak SMP...
***
15 tahun kemudian.