Lihat ke Halaman Asli

Sekolah : Satu fasilitas hanya untuk yang berduit

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hm, tadi kepikiran pengen bikin post ini pas lagi ngobrol-ngobrol sama mama saya... Pertamanya, tadi adik saya ingin berangkat bareng sama saya ke mesjid pemda buat ngerayain maulid, katanya. Hm, adik saya memang masih sekolah di sekolah yang baru berdiri saat saya mau jadi anak SMP a.k.a sekarang baru hampir 3 tahun berdiri. Janjinya sih, tahun kemarin gedungnya mau dibangun. Tapi ya begitulah, janji hanya sekedar janji... Mama saya nanya, "Kenapa gak disekolah aja?" "Kan kita masih numpang, jadi kalo pagi kan sekolahnya masih di pake sama sekolah lain." "Ah, Mama rasa itu cuma ajang cari duit orang disana aja. Lagian, kok belum bangun gedungnya segala sih?" "Ya, iya. Katanya kan, gurunya pada mau ke Singapore. Jadi pada ngumpulin duit dulu kali. Katanya, pemerintah baru mau nurunin uang buat biaya gedungnya kalo udah ada alumninya." "Ya, berarti tahun ini dong. Kan alumni pertamanya sama kayak angkatannya Tia" Hm, FYI, mama saya memang manggil saya Tia, jadi jangan heran ya :p "Swasta juga kebanyakan sih masuk siang. Tuh kayak SMP XX—sayasamarkan namanya—. Eh, ya. Si Pandu sama Putri dulu NEM-nya gede kan? Kenapa mereka gak masuk negeri aja ya?" Nah, Pandu sama Putri ini dulunya tetangga yang tinggal di depan rumah saya. Mereka kembaran. Pandu yang cowok sedangkan Putri cewek. Mereka cukup pinter. Tapi sayang, ekonominya gak mendukung. Mereka selalu hidup ngontrak. Gak pernah punya rumah yang bener-bener rumah mereka. Beberapa bulan kemudian, mereka pindah karena gak sanggup bayar uang kontrakan. Gak jauh-jauh juga sih pindahnya. Makanya saya nggak putus komunikasi sama mereka. Saya pernah main ke rumah mereka, dan you know what? Disana gak ada listriknya. Rumah yang sangat kecil itu cuma ditemenin sama lampu minyak. Mungkin itulah yang bikin Putri nambah pinter: karena pas waktu senggang di rumah dia gak akan nonton TV atau main komputer seperti saya atau anak-anak lainnya. "Kan pas mereka minta surat keterangan gak mampu, ketua RT-nya nolak. Parah banget, padahal, dulu aja pas mereka pindah ke rumah yang baru, mereka gak make listrik sama sekali. Masa kayak gitu belum bisa dibilang gak mampu?" Mama cuma mendecakkan lidah, saya prihatin. Pas udah kelulusan dan lagi waktunya cari SMP, saya ngobrol sama Putri, katanya dia mau masuk SMP negeri di Bojong. Saya setuju sama pilihannya. Dengan NEM-nya yang sekitar 26an lebih, saya yakin dia bisa masuk. Dan katanya, dia juga akan minta surat keterangan gak mampu sama RT setempat supaya beban ekonomi mereka berkurang. Tapi, pas udah masuk sekolah, ternyata Putri dan Pandu gak jadi masuk SMP negeri. Mereka mausk ke SMP XX. Mama saya nanya ke mama Putri dan Pandu. Soalnya mama dan saya sama-sama heran. Pas ditanya, jawabannya bikin saya gemes, ngenes, malu, dan sedih.

"Pejabat RT-nya gak mau ngasih surat itu, soalnya kita dianggap masih mampu. Padahal, listrik aja kami gak pasang, hanya berteman lampu minyak untuk di malam hari di tengah-tengah kompleks yang selalu bermandikan cahaya lampu yang dialiri arus listrik. Dan sekarang, walaupun kami pasang listrik di rumah, itu karena ada orang yang baik hati mau bantu kami. Apa orang seperti kami masih di bilang orang yang mampu? Masih mampu untuk tetap hidup esok harinya saja kami sangat bersyukur."

See? Anak-anak gak mampu tapi pintar seperti mereka jadi gagal untuk masuk ke sekolah yang mereka inginkan gara-gara Pak RT-nya yang begitu egois dan pelit. Apa dia gak bisa liat dengan mata dan hatinya? Dia tau pasti tentang keadaan keluarga mereka, dia tau, cuma keluarga mereka yang gak mampu di lingkungan RT-nya itu. Tapi kenapa? Kenapa untuk selembar surat yang akan membantu mereka mengejar impian mereka, Pak RT itu begitu buta? Begitu buta untuk melihat bahwa mereka benar-benar gak mampu. Oke, saya nulis ini bukan untuk sok tua nasehatin kalian. Saya nulis gini karena hati saya yang nyuruh. Karena, saya gak tau ada berapa banyak calon pelajar yang gagal sekolah hanya karena selembar surat keterangan gak mampu yang gak mau keluar dari RT. Saya cuma berdoa, supaya sistem pendidikan Indonesia gak sebobrok ini lagi. Saya berharap, semua anak bisa mengenyam pendidikan. That's all! Karena, bangsa yang hebat adalah bangsa yang menghargai pendidikan untuk seluruh warga negaranya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline