Lihat ke Halaman Asli

Membenci Nasib...

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ku parut ubi ini...hingga halus, membentuknya menjadi bola-bola, mengisinya dengan oncom dan menggorengnya hingga kuning tak lupa kutambahkan garam agar gurih. Sebenarnya tak perlu ijasah sampai dengan S1, untuk membuat Comro ini menjadi menawan, tapi itulah kenyataannya... aku Nasib Subekti, kelahiran Jombang, bergelar Sarjana Strata 1 FISIP, Universitas Negeri, IPK-3.55 dan penjual Comro terlaris di Pasar Minggu, Jakarta. Gambar pinjem sama mbah google Aku telah lupa dengan gelar dan ijasah sampai dengan pertemuan ku dengan Lila, aktivis kampus yang idealis, hidup dengan dunianya, dunia yang penuh warna warni dan hiruk pikuk politik, dunia yang tak nyata bagiku. Kini Lila membawaku teringat kembali akan dunia kampus ku. "Yo opo kabare rek, kapan ketemuan?"tanya Lila di wall face book-ku Telah lewat lima hari pesan itu kulihat, kubiarkan tapi seolah-olah pesan itu memanggilku dengan daya hipnotisnya. Ah, Lila andainya pesan ini kujawab kau akan tau kalau aku, Nasib adalah sang penjual Comro. Apakah kau masih akan berteman denganku? dan masih sehangat saat masih dikampus dulu...? "De, aku mampir ke kostmu yo, biasa njaluk kopi...kalo ada sih sekalian sama mie goreng, hehe...maklum De tanggal tua, seret..."pintaku. Aku selalu memanggil Lila dengan panggilan De... (kodew-bahasa malangnya berarti wedok, perempuan) "Beresss, nanti dateng aja ke kost jam 4, aku masih ada kuliah sekarang. Ajak Bambang sekalian biar rame..." Jawab Lila. Siapppp...laksanakan ndoro putri!! candaku ke Lila Sebenarnya bukan hanya kopi tujuanku ke kost Lila, tapi lebih memuaskan hasratku untuk memandang Lila, sang pujaan hati tapi apa daya bagai pungguk merindukan anggur, Lila memandangku hanya sebagai seorang teman. Teman yang membutuhkan secangkir kopi dan semangkuk mie di hari-hari yang sulit, saat uang kiriman habis sebelum tiba tanggal 1 setiap bulannya.

Gambar pinjem sama mbah google Hari ini sudah ke-9 kali kulihat pesan Lila di wall face book-ku. "Rek sak iki wes gak koncoan mane ta?" Wes lali yo ambek aku? Lila jangan kau ucapkan kata yang menyakitkan itu...aku semakin gak tega. Hari ini kuputuskan untuk menjawab pesannya. "Gak De..gak lali, aku wes suwe gak buka face book, yo opo kabare? "Kabarku apik wae, masih hidup dan bernyawa, hehe. Awakmu sak iki de ndi? Kabare nde jakarta yo? ketemuan yuk, ajak Bambang sekalian...." Ketemuan? Ngajak Bambang lagi? batinku, kenapa harus Bambang cah sableng. Pikiranku terus berkecamuk belum kubalas juga pesan dari Lila, lamunanku berdampak pada Comro yang sedang ku goreng jadi kuning kehitam-hitaman..duh! " Ketemuan dimana De?" Jawabku, akhirnya kuputuskan untuk menjawab pesan Lila. Di Mall Kelapa Gading aja ya, kita ketemuan besok minggu jam 14 tet! **** "Akhirnya ketemu juga, "Loh Bambang mana?" Tanya Lila "Lagi sibuk De, katanya lagi ada proyek baru jadi kejar setoran." Jawabku singkat. Yok opo kabare, awakmu kerjo nang ndi? Tanya Lila Aku...wiraswasta, kerja serabutan, jawabku ragu. Kulihat wajah Lila apakah berubah sinis atau merendahkanku atau mungkin segera menyudahi pertemuan ini tapi ternyata tidak... "Wah hebat usaha apa?" Tanya Lila "Aku...jualan Comro." Comro? "Serius?" Serius, aku jualan Comro. Pekerjaan ini kulakukan karena sudah capek melamar sana-sini ndak ada yang keterima, ada tawaran kerja jadi sales aku ndak tahan gaji segitu, mana cukup untuk hidup di Jakarta. "Ndak masalah Sip yang penting halal," kata Lila Aku punya 4 lapak di Jakarta, karyawanku ada 10 orang. Tapi Bapak sama Ibu di Jombang tetap ndak suka kalo aku kerja ginian, katanya malu-maluin, padahal penghasilanku lumayan, seminggu bisa 2 juta. Wah lumayan dong, kapan-kapan aku diajarin buat comro yo? pinta Lila Beres tentukan tanggal mainnya, btw.. gimana kabar kopi Sumatra mu? aku kangen, kebetulan Bambang titip kopi kalo ketemu sama kamu, katanya kopimu enak. Hahahahahahahah, Lila tertawa lepas kelihatan kalo geli. "Loh dimintaain kopi malah ketawa?" tanyaku "Bukan rek sebenarnya aku mau melakukan pengakuan dosa sama kalian?" Jawab Lila Dosa? Iya nih, tapi janji jangan marah ya? "Ok, janji nggak marah kog". Jawabku Kopi itu jadi enak, karena tak tambain kecab manis, sebenarnya sih itu ndak sengaja karena waktu membuatkan kopi, gulaku habis dan aku males ke warung jadi kopinya tak tambahin kecab. Berhubung kalian bilang enak jadi keterusan setiap bikin kopi tak tambain kecab. Hehehe.. Hahahahaha...asem De... Tapi enak khan, ngaku? Iyo wenak tenan.. seneng inget masa kuliah, aku yo inget waktu kau berkelahi dengan Bimo...hehe raksasa dari timur, Aku dan Bambang sempat tercengang berani-beraninya kau sama Bimo. "Iya, abis aku sebel banget sama mahluk satu itu, rasanya pingin kutelan hidup-hidup." Tukas Lila Hhahahahahaa... "Aku inget waktu kau menghadrik si Bimo" "Heyy!! Sekali lagi kau berani pegang Dita, tak kampleng endasmu!!" "Alaah cewek khan suka kalo dipegang-pegang," jawab Bimo cuek sambil tetap terus mencolek dagu Dita. Kelihatan kalo Dita takut dan ngeri sama Bimo. "Dasar... item, kriting, bau, tidak tau diri...Plaak!!!" (sebuah kamus mendarat dimuka Bimo). Kontan saja Bimo jadi marah. Aku jadi grogi waktu dia mau mendekatiku, untung ada kursi didekatku, kulempar saja kearah Bimo. Dhuuuukkkk, Bimo terjungkal. Dasar beraninya sama cewek, sana pake rok aja!! Besok kalo kamu masih berani masuk kelas lagi awas!! Teriakku mengancam, kutinggalkan kelas begitu saja kebetulan dosennya tidak masuk saat itu. "Aduh jadi malu rasanya mengingat kejadian itu." Tukas Lila "Ah ndak papa, banyak kog yang nggak seneng sama Bimo cuma nggak ada yang seberani kamu, tapi ancamanmu mujarab ya.." "Hehehehe, akhirnya dia nggak nonggol-nonggol lagi dikampus." "Iya mungkin dia sudah insaf sekarang, hehe "Semoga" tukas Lila Kalo ingat masa kuliah, ada senengnya ada pahitnya, sahutku lirih Tapi biar pahit ada Lila jadi manis khan? Iya, pernah suatu hari kami benar-benar kehabisan duit, dan satu-satunya jalan biar bisa kenyang, mampir ke kostmu. Tapi kau jarang ada dikost maklum kau seorang aktivis kampus. Aku ingat hari itu di siang yang panas, kami kelaparan dan disiang yang durjana itu juga kami mulai melakukan sesuatu yang nekat Nekat? Iya, kami bosan tidak punya uang dan kelaparan. Jadi kami putuskan menjadi Germo, Algojonya ayam-ayam kampus. Sebenarnya itu ide si Bambang yang sontoloyo itu, dan aku pun akhirnya menyetujui ide gilanya. Germo? kau serius? Iya... kami menjalani profesi sebagai Germo. Apa kau tidak sadar setelah semester 5 kami tidak lagi meminjam uang darimu malah pernah mengajakmu traktiran makan di alun-alun. Dalam waktu yang singkat si pungguk menjadi Borju, kami sudah lupa artinya lapar, lupa sholat karena malu sama Tuhan. Ah, desah Lila Waktu itu aku ada dimana? Saat itu kau sedang sibuk-sibuknya dikampus malahan saat kami sedang melancarkan aksi sempat ketemu sama kamu saat lagi memimpin demo.. "Kami segenap Civitas Akademika mengutuk tindakan wakil rakyat yang melegalkan pelacuran dan perjudian. DPR punya teliga tapi tuli...DPR punya mata tapi buta, kembalikan nurani-mu wahai Bapak-Bapak!!! Turunkan Ketua DPR!!!Turunkan Retno!!!" Gambar pinjem sama mbah google Ah kenapa harus....? desah Lila Kenapa kalian tidak meminjam uang padaku saja, atau kita merintis usaha kecil-kecilan menjual makanan didekat kampus misalnya, kenapa Sip?? Kami sangat putus asa saat itu, kami sudah sangat benci dengan rasa lapar...!!! Kalian...,ach ternyata saat jadi aktivis aku lupa hal-hal disekitarku, aku juga salah, jeli sama hal-hal yang besar tapi luput akan hal-hal yang mendasar, aku salah. Desah Lila dengan rasa bersalah. Lupakan De itu khan masa lalu... Apakah diantara ayam kampus itu ada yang aku kenal? tanya Lila Ada bahkan sangat kau kenal, dia... Stoppp jangan dilanjutkan, aku takkan sanggup menerimanya!! Aku..aku harus pergi sekarang, suami ku mau berangkat ke bandara 3 jam lagi, kapan-kapan kita ketemu lagi. Lila berlalu dengan segenap sesalnya. Ah Lila, kau dapat menerimaku sebagai penjual Comro kenapa kau tidak dapat menerima kami saat menjadi Germo... Andaikan tak ada rasa lapar... dan aku pun membencinya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline