Lihat ke Halaman Asli

Jennifer Intan

Mahasiswa Akuntansi - 201950337

Budaya Risiko dan Manajemen Risiko dalam Kaitannya dengan Erupsi Gunung Semeru

Diperbarui: 14 Desember 2021   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di penghujung tahun 2021, Indonesia kembali diterpa bencana, yaitu erupsi Gunung Semeru di Kabupateng Lumajang, Jawa Timur pada 4 Desember 2021. Tentu saja, dampak dari bencana erupsi ini sangat besar, tidak hanya dampak secara material namun juga non material berupa adanya korban jiwa.

Mari saya ajak pembaca untuk membahas kasus ini dari sisi manajemen risiko. Kasus bencana alam erupsi ini termasuk klasifikasi Risiko Dasar yaitu Risiko Catatropic. Dimana ini merupakan risiko berskala besar, jarang terjadi, namun mengakibatkan kerugian sangat besar (berdampak sangat serius terhadap kerusakan fungsi ekosistem hingga kematian korban jiwa dan cacat).

Jika dilihat dari simpul kejadian erupsi Semeru dan mengingat peristiwa ini bukanlah yang pertama, namun sudah sejak 1818, hal ini menandakan bahwa kejadian risiko ini bersifat berulang.  Sehingga menjadi pertanyaan untuk kita renungkan, apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak dari kejadian erupsi ini di kemudian hari?

Jawabannya adalah dengan menciptakan BUDAYA RISIKO. Budaya Risiko menurut Dr. Embun Prowanta adalah istilah-istilah yang menggambarkan nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman tentang risiko secara bersama oleh sekelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama. Namun untuk menjawab pertanyaan diatas secara lebih mendalam, maka akan saya kaitkan dengan Manajemen Risiko berbasis ISO 31000, yang terdiri dari beberapa tahapan dalam proses manajemen risiko yaitu menentukan konteks, mengidentifikasi risiko, melakukan analisis risiko, mengevaluasi risiko, dan perlakuan risiko

KONTEKS

Gunung Semeru adalah gunung berapi kerucut di Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut. Gunung Semeru pertama kali bererupsi sejak tahun 1818 dan terus memiliki rentetan panjang tentang sejarah Semeru yang kerap berupsi. Hingga akhirnya, yang terbaru, Semeru kembali bererupsi pada Sabtu, 4 Desember 2021 siang hari. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, hingga Sabtu 11 Desember 2021 tercatat 46 orang meninggal dunia, 9 orang hilang, 18 orang luka berat dan 11 orang luka ringan.

IDENTIFIKASI RISIKO

  • Kejadian Risiko: Gunung Semeru Kembali Bererupsi

Hal diatas menjadi kejadian risiko karena merupakan permasalahan yang terjadi dalam kasus ini, dimana dengan adanya erupsi maka berdampak.

  • Sasaran: Membentuk kesadaran risiko akan bencana

Hal diatas menjadi sasaran, karena dengan melakukan antisipasi yaitu dengan mempersiapkan warga dan pemerintah untuk waspada (mengingat banyak warga setempat yang bertempat tinggal di sekitar kaki Gunung Semeru) maka warga akan menjadi sadar dan membentuk Budaya Risiko.

  • Akar penyebab: Curah hujan yang tinggi

Hal ini menjadi akar penyebab karena dengan curah hujan yang tinggi maka dapat memicu runtuhnya bibir lava, sehingga menyebabkan terjadinya erupsi.

  • Indikator Risiko: Getaran gempa yang dirasakan warga

Hal ini menjadi indikator risiko, karena sebelum Semeru bererupsi, getaran sudah dirasakan oleh warga, hingga 25 kali.

  • Faktor positif/ internal control: Sistem peringatan diri dipastikan dijalankan dengan baik
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline