Lihat ke Halaman Asli

Ujian Tanpa Soal

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13119918831667300873

[caption id="attachment_125908" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi: Gambar Google"][/caption]

Menurut anda, apa jadinya suatu ujian apabila soal-soal ujian justru dihilangkan? Tanpa soal, maka ujian bukanlah ujian. Ujian tanpa soal hanya menjadi suatu formalitas. Tidak ada yang perlu dinilai, karena semua yang mengikuti ujian bisa dipastikan akan lulus dengan mudahnya. Tapi, apa iya ada ujian yang tanpa soal? Ada, kok. Dan sebentar lagi kita akan memasukinya. Ujian apa itu? Ujian itu adalah ujian mengendalikan diri. Menahan hawa nafsu serta lapar dan haus. Ujian ini akan berlangsung selama sebulan penuh. Tapi sayangnya, banyak soal (baca: tantangan) dalam ujian ini yang ternyata akan dihapus. Lihatlah apa yang dilakukan oleh para peserta ujian itu supaya mereka bisa lulus dari ujian pengendalian diri ini. Semua orang diwajibkan untuk menghormati mereka yang sedang ujian. Supaya semua orang ingat bahwa mereka sedang mengikuti ujian, dibentangkanlah dimana-mana spanduk besar: "Hormatilah orang yang sedang ujian". Kita bisa membaca spanduk atau tulisan-tulisan seperti itu hampir di segala tempat selama bulan pelaksanaan ujian. Di kantor, di metro mini, di angkot, di pasar, di sekolah, di mal, di mana saja yang letaknya strategis. Bahkan, dalam setiap kesempatan, mereka akan mengulang-ulang ucapan: "Saya sedang mengikuti ujian. Tolong, hormatilah saya yang sedang ujian..." Tidak boleh ada orang yang - meskipun tanpa sengaja - boleh membuat peserta ujian itu naik darah yang bisa menyebabkan mereka tidak lulus ujian. Supaya lulus dari ujian menahan hawa nafsu, maka semua tempat yang bisa menjadi sumber bangkitnya hawa nafsu harus ditutup. Diskotik, pub, café, pokoknya semua tempat hiburan harus ditutup selama ada ujian. Untuk apa? Supaya yang mengikuti ujian menahan hawa nafsu tidak perlu lagi menahan hawa nafsunya. Toh, tidak ada yang bisa membangkitan hawa nafsunya. Semuanya sudah dipaksa untuk ditutup, bahkan sebelum ujian dimulai. Kalau ada yang nekad tetap buka selama pelaksanaan ujian, maka tempat itu pasti akan diserbu. Diserbu, dirusak, dihancurkan, bahkan dibakar. Padahal para penyerbu itu adalah para peserta ujian yang katanya sedang mengikuti juga ujian pengendalian diri. Bagaimana dengan ujian menahan lapar dan haus? Sama saja. Semua tempat makan dan minum juga harus ditutup. Padahal, tantangan menahan lapar dan haus justru akan semakin sulit ketika seseorang yang sedang menahan lapar dan haus ditawari aneka makanan dan minuman yang lezat. Kemampuan menahan diri dari keinginan untuk makan dan minum pada kondisi sangat lapar justru membuktikan bahwa seseorang telah lulus ujian menahan lapar dan haus. Kalau tidak ada tempat untuk makan dan minum, masihkah itu bisa disebut menahan lapar dan haus? Bukankah memang tidak ada yang bisa dimakan dan diminum? Karena tidak ada yang bisa dimakan dan diminum, maka jika seseorang menjadi lapar, itu tidak berarti dia sedang menahan lapar dan haus. Berbeda sekali jika ada banyak makanan dan minuman yang lezat, lalu anda tidak boleh menyentuhnya. Itu baru namanya ujian menahan lapar dan haus. Orang yang disebut mampu mengendalikan diri adalah orang yang mampu bertahan menghadapi godaan, sebesar apapun godaan itu. Jika tidak ada godaan, maka tidak ada yang perlu dikuatirkan. Tidak perlu pengendalian diri. Ujian selayaknyalah bertujuan untuk membuktikan bahwa peserta ujian telah menguasai apa yang diujiankan. Tapi, apa jadinya jika soal yang diujiankan justru sudah dihapus? Bagaimana membuktikan bahwa peserta ujian benar-benar menguasai apa yang diujiankan jika tidak ada soal yang perlu dijawab? Semua peserta ujian pasti akan lulus dengan mudah dalam suatu ujian tanpa soal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline