Pada 7 Mei 2021, bentrokan berdarah terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, Palestina. Bentrokan ini dimulai dengan pengerahan aparat kepolisian Israel guna membubarkan masyarakat Palestina yang saat itu sedang melaksanakan ibadah tarawih di Masjid Al-Aqsa.
Aparat kepolisian dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara membubarkan dengan paksa ribuan jemaah. Beberapa video yang sedang viral di media sosial juga menujukkan pengunaan peluru berlapis karet, granat kejut, dan meriam air oleh aparat kepolisian.
Video tersebut pun menujukkan granat kejut yang ditembakkan kedalam rumah ibadah dimana para jemaah berteriak dan berlarian berusaha melindungi diri. Perlawanan dari masyarakat sipil dilakukan dengan melemparkan kursi, sepatu, dan batu.
Pada hari Sabtu, bentrokan juga terjadi ketika puluhan ribu jemaah sedang beribadah di Masjid Al-Aqsa pada malam Lailatul Qadar. Hingga hari ini, 10 Mei 2021, bentrokan pun terus terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Reuters menyatakan terdapat 205 warga Palestina terluka dan dilarikan ke rumah sakit, dan 17 anggota kepolisian terluka.
Ini bukanlah bentrokan pertama antara masyarakat Palestina dengan kepolisian Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa. Namun dipercayai bahwa bentrokan ini adalah yang paling parah.
Bentrokan ini merupakan buntut dari kerusuhan yang terjadi karena ancaman pengusiran keluarga Palestina yang tinggal di kawasan Sheikh Jarrah yang terletak di bagian timur Yerusalem.
Masyarakat Palestina yang memberikan dukungan dengan berbuka puasa bersama harus menghadapi aparat kepolisian yang memberlakukan blokade wilayah dan mengancam akan mengusir keluarga lain. Bentrokan antara masyarakat dan aparat kepolisian pun terjadi.
Pengunaan kekerasan oleh aparat kemanan di Masjid Al-Aqsa dan juga pengusiran paksa di Sheikh Jarrah jelas adalah sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter Internasional, bahkan mengarah ke kejahatan perang.