Lihat ke Halaman Asli

Jeniffer Gracellia

TERVERIFIKASI

A lifelong learner

Apakah Revolusi Saffron Akan Terulang Lagi di Myanmar?

Diperbarui: 18 Maret 2021   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para biksu yang ikut berdemonstrasi sambil memberikan salam tiga jari di Yangon, Myanmar pada 8 Februari 2021 | Foto diambil dari AP Photo via Kompas

Sudah sekitar 6 minggu sejak kudeta militer di Myanmar dimulai pada 1 Februari 2021. Keadaan di sana pun tidak kian membaik seiringan dengan berita-berita yang dirilis dari meningkatkan anti-China dengan pembakaran pabrik, negara-negara yang mulai menarik warga negaranya dari Myanmar, harga makanan yang semakin mahal hingga korban yang tembus 180 orang hari ini (17/03/21).

Para biksu bersama dengan rohaniawan dari agama lain di Myanmar mulai turun di jalan untuk menyuarakan kudeta militer yang sudah memakan banyak nyawa. 

Berita yang menunjukkan para biksu turun ke jalan meningatkan penulis dengan salah satu aksi terbesar, dengan korban terbanyak dan menurut penulis paling sukses dalam melawan keputusan militer Myanmar, yaitu Revolusi Saffron. 

Revolusi Saffron bahkan dianggap sebagai demonstrasi yang membantu membuka jalan reformasi demokrasi di Myanmar hingga sekarang.

Revolusi Saffron

Revolusi Safron adalah serangkaian protes dan demonstrasi akan kebijakan ekonomi dan politik pemerintah Myanmar yang saat itu dipegang kendali oleh militer dari Agustus--Oktober 2007.

Demonstrasi yang terjadi 14 tahun lalu ini dipicu oleh keputusan pemerintah militer yang mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Penghapusan subsidi ini menyebabkan harga BBM naik 66-100% dan bagaikan domino, harga kebutuhan sehari-hari masyarakat pun ikut naik.

Serangkaian protes dan demonstrasi dipimpin oleh para mahasiswa, aktivis politik, perempuan Myanmar, dan juga para biksu yang melakukan demonstrasi tanpa kekerasan.

Awalnya hanya sedikit biksu yang ikut serta dalam demonstrasi ini. Namun pada 5 September 2007, pasukan militer membubarkan secara paksa demonstrasi damai dan melukai 2 biksu dan seorang biksu terbunuh. 

Para biksu menuntut permintaan maaf dari pemerintah dan memberi waktu hingga 17 September 2007, namun pemerintah menolak untuk meminta maaf.

Setelah kejadian tersebut, sekitar 30.000 hingga 100.000 orang turun ke jalan. Para biksu "memerahkan" jalanan kota Myanmar, di mana dilaporkan barisan para biksu membentang hingga 1 kilometer. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline