Lihat ke Halaman Asli

Berburu Semangka dari Alexandria Hingga Kairo

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Guidetour pribadi saya hari itu sungguh berusaha menyenangkan hati saya, ketika tiba-tiba saya ingin makan semangka di tengah perjalanan kami kembali

[caption id="attachment_307784" align="aligncenter" width="196" caption="teh dijual di pinggir sungai nil..perhatikan tekonya gede banget"][/caption] [caption id="attachment_307786" align="aligncenter" width="500" caption="makanan pokok orang mesir ya roti ini..murmer"][/caption] [caption id="attachment_307788" align="aligncenter" width="229" caption="polisi terlihat dimana-mana di Mesir, termasuk di piramid"][/caption] [caption id="attachment_307794" align="aligncenter" width="300" caption="sungai Nil di Kairo"][/caption] [caption id="attachment_307796" align="aligncenter" width="215" caption="anak jalanan di Kairo"][/caption] dari Alexandria kembali ke Kairo. Saya terus menerus berbicara enak dan segarnya makan semangka di cuaca yang panas menyengat itu, apalagi saya sempat melihat orang berjualan semangka di pinggir jalan sewaktu perjalanan berangkat dari Kairo menuju Alexandria. Tapi entah kenapa sulit sekali menemukan semangka di perjalanan itu, saya rasa saya mulai mengalamifatamorgana semangka. Guide tour saya senyum-senyum tertahan mendengar celotehan saya soal semangka tak henti-henti, sambil matanya terus berkonsentrasi mencarikalau-kalau ada penjual semangka di pinggir jalan raya itu…

Mesir yang sungguh panas menyengat sekitar 43 derajat celcius saat itu, berbeda dengan Jerman yang berkisar 18 derajat celcius, membuat saya berharap saya kembalike Eropa tidak dalam keadaan demam, karena perubahan cuaca yang begitu drastis.

Akhirnya ia menghiburdengan membawasaya ke restaurant Mesir dan juga tempat istirahat di jalan tol itu dan memesan es teh. Ternyata teh sangat populer di Mesir, seperti halnya di Indonesia. Cuman, jangan harap menemukan es teh dijual bebas. Walaupun cuaca panas seperti membakar kulit di Mesir, orang Mesir tetap minum teh panas di tengah hari bolong. Jenis tehnya pun bermacam-ada, ada yang bahan dasar dari bunga sepatu , dari semangka, macam-macam. Walhasil rasanyapüun juga warna-warni. Mungkin aneh, ya, tapi mungkin sama tidak masuk akalnya ketika saya melihat orang Jerman minum es krim pada saat musim dingin.

Namun berkat keuletan tour guide saya yang fasih berbahasa Arab, es teh manis akhirnya tersaji di meja saya di Kairo. `Here it is, Madam dan sruppp..slurpppp…saya meminumnya es teh Mesir spesial dengan perlahan hingga tegukan akhir sekedar menghilangkan panas yang membara dan melekat di tubuh saya, sambil mengamati monyet yang terperangkap di kandang restauran itu. Saya yakin tour guide saya memberi biaya ekstra untuk permintaan spesial saya. Hey, it’s totally worth it!

Tanpa guide saya, saya bisa celingukan, karena rata-rata orang Mesir umumnya tidak berbahasa Inggris. Bahasa Arabadalah keharusan untuk bisa survive dan go native di kota ini. Ya, tentu saja, bisa aja kita nggak perlu berbahasa lokal, tetapi untuk menyelami kehidupan selayaknya normal orang setempat, berbahasa lokal itu harus. Dan saya ingin menyelami hidup ala orang lokal, walaupun hanya seminggu di Mesir.

Sementara tour guide saya menyetir sambil mengingat jalan kembali menuju Kairo, sayaasyik melihat keledai beban yang berjalan pelan di sepanjang jalan Kairo denganmembawa muatan dari sayur-sayuran, buah-buahan sampai barang muatan yang berat lainnya.Tiba-tiba saya seperti dibawa kejaman abad1 Masehi dan cerita di Alkitab, soal betapa kuatnya seekor keledai mengangkut beban dan termasuk membawa Yesus diarak sebagai raja Israel.Pohon-pohon palem nampak berjajar rapi, sedikit membuat saya menghela nafas..teringat Los Angeles, tempat saya tinggal beberapa tahun yang silam. Memang wilayah Afrika yang satu ini banyak termuat di Alkitab, sedikit membuat saya agak relate kalau saya membaca Alkitab, saya bisa membayangkan keadaan jaman itu.

Tour guide saya bercerita ini pertama kalinya ia mendampingi seseorang keliling kota Mesir dengan bermobil. Maklum, sejatinya dia mahasiswa Indonesia yang baru selesai kuliah S2 di Universitas Kairo, ketika tiba-tiba diminta kolega saya mendampingi saya keliling Kairo. Saya tahu maksudnya, agar saya paham dan memaklumikalau dia melakukan kesalahan dalam mendampingi saya, seperti salah jalan, atau kehilangan arah. Dan seperti biasa, saya bersikap santai dan menghargai upayanya untuk menjadi tour guide saya.

Dia membantu saya memahami sudut-sudut kota Kairo yang menarik perhatian saya, termasukpergi ke kuburan yang jadi tempat tinggal Kristen Coptik di kota Kairo. Bagi yang sering membaca soal perkembangan Kristen di Mesir, pasti mahfhum, bahwa penganut Kristen Coptic terdapat di Mesiryang tinggal dipekuburan Mesir dan umumnya bekerja sebagai pemulung.

Dulu mereka memelihara babi untuk makan dan juga membersihkan sampah di Kota Kairo. Tetapi sejak isu flu babi tersebar, maka babi-babi pemangsa sampah ini dihabisi, dan sempat menjadi masalah sampah di Mesir selama beberapa waktu.

Beberapa peninggalan gereja juga terdapat di Mesir, diantara ribuan mesjid yang tersebardi seluruh wilayah Mesir. Menarik melihat begitu banyak peninggalan tempat ibadah bercampur dengan kuil Yunani dan juga tentu sajapemakaman Pharaoh di Mesir dengan segala peninggalan kejayaannya

Pengemis juga nampak lalu lalang di jalanan, berusaha membersihkan kaca jendela, hmmm..mirip dengan pengemis di Jakarta atau di Athena, Yunani. Cuma bedanya, pengemis mesir, nampaknya berasal dari orang lokal, sementara kalau di Yunani, kebanyakan tukang asongan dan pengemisnya adalah orang India atau Pakistan.

Sepintas, Kairo mengingatkansaya pada kota Jakarta, dengan segalakemacetan dan hawanya yang panas. Rata-rata bangunan juga tidak memiliki parkir dibawah tanah, jadi walhasil mobil berderet-deret depan area pertokoan, double parkingadalah hal biasa. Mirip dengan kota Eropa yang minim areal parkir, hal ini diperburuk dengan transportasiumum yang kurang memadai. Tapi, jarang saya lihat orang naik motor seperti di Jakarta, siapa pula yang mau naik motor di tengah hawa 43 derajat celcius, kalaupun ada , mereka tidak memakai helm sama sekali. Mungkin bisa jadi kepala bakal mateng, begitu helm dicopot, muka sudah setengah gosong karena panas hawanya.

Banyak rumah susun dibangun tinggi tanpa di lapis, meninggalkan pemandangan kumuh, bahkan ada yang nampak setengah jadi. Karena tulang beton nampak masih menonjo di atap apartemen seolah seperti bangunan setengah jadi. Menurut guide saya, bangunan itu memang dibiarkan untuk persiapan kalau ada keluarga baru Mesir yang mau tinggal disitu. Bangunan rusun dibatasi hingga 7 lantai, karena tidak ada satupun rusun yang memakai lift, jadi jangan harap melihat apartemen lantai 40 di Mesir seperti yang kita lihat di kota Jakarta.

Hal yang menarik lainnya? Pengantin Mesir suka merayakan pernikahannya di jembatan. Oh ya? Betul, karena rata-rata rumah petak mereka sempit, maka untuk merayakan hari penting itu, mempelai dan keluarganya melakukan pesta di Jembatan yang berada di atas sungai Nil. Nampaknyadenyut nadi orang Mesir terletak di sungai Nil. Orang juga nampak berpacaran di sepanjang sungai Nil, atau sekedar naik perahu dan berjoget dengan irama gendang sepertimusik dangdut di sungai Nil.

Orang Mesir sungguh ramah, apalagi kalau kita menyebut berasal dari Indonesia. Senyum mereka langsung mengembang dan mengatakan hal yang membuat mereka ingat Indonesia. Bukan kota Bali, seperti halnya kalu saya ketemu orang AS atau Eropa, tapi nama presiden pertama Indonesia,‘Soekarno`. Nampak jelas hubungan antar negara karena sejarah kedekatan pemimpin bangsa kita yang saling terkait membuat orang Mesir merasa begitu cepat akrab dengan orang Indonesia.

Kegiatan sosialpun baru aktif pada sore menjelang petang, karenahawanya relatif lebih adem ketika matahari sudah beranjak pergi.Walaupun pagi hari, mereka juga beraktifitas, tapi geliat kota baru terasa ketika senja mulai datang.Nggak heran, jam kerja juga dimulai lebih siang, dibanding umumnyadi negara-negarabelahan Eropa. Oh ya, mereka libur pada hari Kamis dan Jumat dan Sabtu dan Minggutetap hari kerja, jadi weekend orang Mesir adalah Kamis dan Jumat.

Makanan orang Mesir adalah roti gandum yang murmer ditambah semacam selai dari biji2an.Konon ini merupakan cara pemerintah Mesir mengendalikan pemerintahan yang sama terus menerusadalah membuat harga bahan pokok murah dan disubsidi. Selama rakyat tidak lapar, jarang terjadi demonstrasi, karena perut sudah kenyang. Orang miskin memang tidak banyak yang dipikirkan selain perut kenyang. Suasana yang nampak aman dan damai itu, sebenarnya menyimpan hawa panas, geliat keinginan untuk tumbuhnya demokrasi yang dibungkam.

Awalnya saya terheran-heran, ketika melihat polisi Mesir yang berbaju putih berada dimana-mana, bahkan di depan pintu toilet umum dekat kereta bawah tanah. Namun rupanya, memang begitu ketat keamanan pengawasan di Mesir. Bahkan pohon palem yang sangat besar, ternyata berisi kamera dan pemancaruntuk memantau kegiatan warganya dan mencegah konflik dan demo besar-besaran terjadi di Mesir.

Mahasiswa Indonesia yang kuliah di Al Azhar; Mesir sangat banyak. Umumnya dari berbagai wilayah di Jawa Barat, danJawa Timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline