[caption id="attachment_345033" align="aligncenter" width="360" caption="http://on.fb.me/1qznatJ"][/caption]
Melanjutkan tulisan saya tertanggal 1 Juli 2013, kali ini coba dengan pertanyaan yang berbeda, yaitu... Kenapa potensi penonton film-film Indonesia kurang maksimal? Padahal penduduk Indonesia jumlahnya ada 237.424.363 jiwa. Apa ini akibat dari Televisi yang mematikan Bioskop? Atau gimana? Toh Televisi juga mulai tersingkir dengan kehadiran Internet.
Kali ini saya punya strategi baru , yang mungkin agak lain dari biasanya. Saya sebut eksperimen kali ini bernama... “Banyak Film Tapi Satu Judul (BFTSJ)”. Dalam imajinasi saya, film ini akan bertajuk “Sekolahku”. Jadi berisi 10 menit film pendek yang bercerita tentang sekolahnya masing-masing. Mau fiksi, mau dokumenter, terserah. Pokoknya bikin film tentang sekolah. Bayangkan! Kalo setiap sekolah di Indonesia ini mengirimi film 10 menit, digabungkan jadi satu berarti ada berapa banyak film coba?
Film itu nantinya akan digabung jadi satu film panjang, per kecamatan. Berarti di tiap kecamatan di Indonesia akan memproduksi satu film. Yang nonton siapa? Yang nonton adalah orang satu kecamatan dengan tiket 1000 perak saja per sekali nonton. Pajak yang didapat Pemerintah dari tontonan ini, kita anggap maksimal 10 persen saja. Berarti yang beli tiket menyumbang Pemerintah 100 perak dari setiap tiket. Hmmm... Enak bener kalo masih dalam imajinasi.
Tapi intinya film dengan satu judul ini akan memberi masukan tentang:
1. Potensi penonton film Indonesia,
2. Potensi pendapatan daerah dari dunia perfilman,
3. Menemukan bakat anak-anak,
4. dsb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H