Oleh Bude Binda
Judul : Cinta di Dalam Gelas
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Tahun terbit: 2012
Tebal buku : 264
Membaca novel Andrea Hirata artinya siap terhibur, tersenyum bahkan tertawa sekaligus dibuat sedih sampai keluar air mata. Itu saya alami saat membaca tetraloginya "Laskar Pelangi", "Sang Pemimpi", "Edensor", dan "Maryamah Karpov". Rupanya ramuan kata-kata yang mengaduk perasaan pembaca itu masih menjadi resep ampuh Andrea Hirata dalam novelnya "Cinta di Dalam Gelas".
Jika tetraloginya keempat novel itu telah berhasil saya miliki, namun untuk novel dwiloginya ini saya membaca koleksi milik perpustakaan daerah/perpusda atau nama resminya Perpustakaan Umum Banjarnegara. Novel ini menjadi dwiloginya dengan novel bagian pertama " Padang Bulan". Dua-duanya masih bertokoh aku Ikal, sama seperti Ikal di tetralogi. Yang menjadi tokoh utama di novel ini Enong atau Maryamah. Maryamah diceritakan seorang gadis yatim yang ditinggal mati ayahnya. Dalam novel sebelumnya diceritakan tentang pasangan ayah ibu Enong Syalimah dan Zamzani. Bahkan yang menjadi judul novel pun tentang cinta Syalimah kepada Zamzani yang diibaratkan segelas kopi yang diseduh dengan penuh kasih sayang. Segelas kopi yang menggambarkan cinta. Termasuk cinta Zamzani diekspresikan dengan memotong kuku-kuku Syalimah saat duduk-duduk di beranda rumah. Duh perbuatan sederhana nan romantis.
Kembali ke Enong, dia seorang gadis yang setelah ayahnya meninggal mau menjadi kuli tambang. Pergi ke sungai membawa cangkul dan berebut lahan timah dengan penambang laki-laki demi menghidupi ibu dan adik-adiknya. Kerja keras yang tak lazim itu membuat tubuhnya kekar, tangan penuh kapal, dan kukunya menghitam. Dia berhenti sekolah, padahal semangat belajarnya sangat tinggi terutama belajar Bahasa Inggris.
Rupanya walau sambil bekerja Enong tidak melupakan keinginannya untuk mahir berbahasa Inggris. Dia pun rajin mengikuti kursus di kota seminggu sekali. Walau usianya lebih tua dari peserta kursus lain dia tak peduli. Enong juga mempunyai sahabat pena dengan sesama penyuka Bahasa Inggris.
Cerita mulai bergulir saat ada kejuaraan catur memperingati hari kemerdekaan tujuh belas Agustus. Enong yang pernah menikah dengan Matarom demi menyenangkan hati ibunya karena adik-adiknya telah menikah semua. Rupanya nasib baik tak berpihak pada Enong, Matarom tak seperti ayahnya yang penyayang. Matarom telah memiliki istri lain dan perlakuannya pada Enong buruk. Akhirnya mereka bercerai dengan sakit hati yang ditanggung Enong. Namun Enong sangat kuat, dia hanya bersedih satu malam saja, menangis namun esok harinya sudah mulai lagi bekerja menambang timah.