Oleh Bude Binda
Tadi saya takziah ke Wonosobo. Sepulang dari kerja terus naik bus ke Wonosobo. Untunglah bus Virgo yang saya naiki berjalan dengan hati-hati dan tidak ngebut. Saya merasa tenang naik bus ini.
Membayar Rp5.000,00, setengah jam kemudian sampailah saya di taman plaza Wonosobo. Sempat ke toko makanan beli klanthing Lancar Jaya dan juga beli gebleg di warung pinggir jalan. Geblek makanan khas Wonosobo yang terbuat dari tepung aci/tapioka. Rasanya asin dan kenyal.
Saya pun berjalan kaki menuju Jalan Kyai Muntang rumah Mas Wiwis yang ayahandanya baru saja meninggal dunia. Di Wonosobo tidak ada becak, jadi ya kalau jarak yang ditempuh tanggung mendingan jalan kaki saja. Akhirnya sampai juga di rumah duka, saya pun masuk menyampaikan bela sungkawa. Tak lama kemudian pamit untuk pulang.
Ke luar dari gang, sudah di Jalan Kyai Muntang lagi, saya naik dokar. Tapi baru berjalan sebentar dokar belok ke arah pasar. "Stop Pak, berhenti saya tidak ke pasar". Dokar pun berhenti, saya membayar Rp2.000,00. Saya kembali jalan kaki menyusuri Jalan Muntang, sambil melihat-lihat kalau ada warung mi ongklok.
Setelah agak lama berjalan akhirnya ada juga warung mi ongklok di ujung jalan Kyai Muntang Jaraksari. Saya pun masuk warung dan memanggil si penjual yang ada di dalam. "Assalamualaikum, Mbak mau beli mi ongklok!". Keluarlah si Mbak penjual. Saya pesan 1 mangkuk mi ongklok pedas plus sate sapi 5 tusuk. Saya duduk di dalam warung yang merangkap rumah. Tak lama menunggu, mi ongklok pun matang dan dihidangkan di meja. Satenya tak lama kemudian menyusul. Saya pun memesan teh manis yang tidak terlalu manis.
Mi ongklok masih berasap menggoda selera. Saya pun mulai menikmati sesendok demi sesendok, ditambah dengan sate sapi....hemmm.....sedap! Mi ongklok terdiri dari mi, kol, bawang cai/prei, yang direbus sebentar, ditambah tahu bacem yang dipotong-potong dan diberi kuah berwarna coklat pekat. Kuah ini terbuat dari kaldu ayam yang ditambah dengan tepung aci, dibumbu ebi, bawang putih, gula merah. Untuk rasa pedas cabe rawit ditumbuk di dalam mangkuk sebelum mi dan kuahnya masuk. Makan mi ongklok dipadukan dengan lauk sate sapi yang bumbunya juga pekat dan nendang.
Setelah menikmati semangkuk mi, ditambah 5 tusuk sate sapi dan segelas teh manis, saya pun membayar. Ternyata cukup Rp8.000,00 saja! Murah banget, perut kenyang selembar uang puluhan ribu rupiah masih diberi kembalian dua ribu rupiah.
Saya sempat tanya nama warungnya "Mbak nama warungnya apa?". "Apa ya?". "Mi ongklok Jaraksari". "Nama Mbak siapa?". "Nama saya Umang". Begitu jawab Mbak Umang. Nama warungnya memang tak ada, hanya tertera tulisan "Mi Ongklok".
Di Wonosobo warung mi ongklok mudah ditemukan. Selain warungnya Mbak Umang di Jaraksari ini, ada juga Mi Ongklok Pak Muhadi, Mi Ongklok Longkrang, dan ada juga Resto Ongklok di jalan menuju Kalianget/Dieng. Mi Ongklok Pak Muhadi di Sapen, dekat pom bensin Sapen, di dekat perempatan lampu lalu-lintas masuk kota Wonosobo dari arah Banjarnegara.
Selain mi ongklok, geblek, makanan khas Wonosobo yang lain tempe kemul atau tempe yang digoreng tepung. Warnanya kuning menyala berbumbu kunyit. Minuman yang terkenal wedang ronde, selain manisan carica yang mudah dicari di toko kue atau toko oleh-oleh. Untuk oleh-oleh ada juga keripik jamur, combro kering, opak, juga purwaceng yang konon khasiatnya menambah vitalitas pria.