Lihat ke Halaman Asli

Pengarang Perempuan dari Nh Dini, Ayu Utami, Sampai Dewi Lestari

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nh. Dini seorang perempuan pengarang yang  mengaku  feminis. Artinya dia setuju dan dalam karyanya memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Novel-novel Nh. Dini penuh dengan masalah perempuan, Pada Sebuah Kapal, La Barka, Hati yang Damai, Keberangkatan, Tirai Menurun, Jalan Bandungan.  Pada  Orang-Orang Trans barulah tokoh lelaki lebih dominan, di sana bahkan sudut pandangnya tokoh pertama seorang lelaki transmigran.

Penerus Nh. Dini yang cukup intens dalam bercerita tentang perempuan Ayu Utami. Bahkan Ayu Utami demi ideologi atau pilihan hidup yang dipercayainya sampai saat ini memilih untuk tidak menikah. Ayu Utami menggebrak dunia sastra dengan novel Saman. Novel yang bertutur dengan gaya sudut pandang aku dari tokoh yang berganti-ganti tiap bab ini, mirip Para Priyayi Umar Kayam, sangat mengagetkan karena seperti membuka tabu dalam penulisan sastra. Di sana Ayu Utami dengan gamblang menggambarkan persetubuhan, bahkan terjadi antara seorang istri dengan calon pastur! Tokoh Laila yang diceritakan masih perawan menjadi bahan ledekan teman-temannya yang bergaya hidup lebih bebas dalam hal seks.

Jika Pada Sebuah Kapal Nh. Dini sudah menulis tentang seks namun dengan cara bertutur yang halus, maka  Ayu Utami lebih terbuka, tanpa tedeng aling-aling lagi.

Membaca Supernova karya Dee alias Dewi Lestari kita juga dikejutkan dengan tokoh Supernova / Diva peragawati, foto model yang bahkan rela menjual tubuhnya asal pemikirannya bisa merdeka, bebas! Lagi-lagi feminis mewujud dalam tokoh wanita yang memberontak, yang beranggapan tubuhnya miliknya yang bebas mau diapakan.

Saya terkesima dan takjub membaca novel karya perempuan pengarang Indonesia. Bahkan Jenar Mahesa Ayu juga sama, memberontak lewat tokoh-tokohnya. Barang kali memang  sudah tiba waktunya pengarang tak lagi  tunduk pada tabu. Dunia sastra memerlukan keliaran imajinasi. Mereka memilikinya......

Mereka juga langsung atau tidak, sadar atau tidak  pengusung ide feminisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline