Lihat ke Halaman Asli

Nh Dini yang Kukenal (Tulisan Kedua)

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demikianlah setelah saya dapat izin untuk menulis skripsi tentang tokoh-tokoh wanita di novel Nh  Dini, saya menyusun proposal. Di saat proposal telah tersusun saya ngobrol dengan adik kelas dia tanya tentang topik skripsi saya saat kusebut Feminisme Tokoh Wanita pada Novel-Novel Nh Dini, dia spontan bilang "Lho Mbak, kok idenya bisa sama, saya juga mau nulis tentang itu"." Saya proposal sudah tersusun, memang kamu sudah belum?"  Ruji menjawab belum, begitulah dia kecewa namun apa daya saya sudah lebih dulu menyusun proposal judul sudah disetujui dosen pembimbing.

Memilih dosen pembimbing pun ternyata tak semudah yang kusangka. Saya sejak awal punya ide sudah selalu mendiskusikan ide pada Pak Minto (Profesor Doktor Suminto  A. Sayuti). Saya memohon beliau unutk jadi dosen pembimbing satu skripsi saya. Pembimbing duanya Pak Burhan (Profesor Doktor Burhan Nurgiyantoro). Namun begitu saya maju pada ketua jurusan Ibu Darmiyati Zuhri (Doktor Darmiyati Zuhri) beliau tidak mengizinkan Pak Minto jadi dosen pembimbing dengan alasan takut mengganggu Pak Minto yang waktu itu sednag mnyelesaikan program doktoralnya di Fakultas Sastra UGM. Dosen Pembimbing Pak Minto itu sastrawan favorit saya Bapak Umar Kayam.

Saya sempat bingung dan menghadap Pak Minto, berarti Pak Burhan jadi pembimbing satu, siapa pembimbing duanya? Di sebelah Pak Burhan duduk Pak Surip Yitno Sarwoko dosen fonetik yang menjuluki dirinya dokter fonetik. Kata Pak Burhan "Itu Pak Surip Tut, mau dibimbing Pak Surip?". Saya spontan menjawab "Pak Surip, bagaimana  bersedia jadi pembimbing saya?". "Boleh", beliau menjawab pendek. Jadilah Pak Surip pembimbing dua yang akhirnya sangat teliti dalam membimbing penggunaan bahasa di skripsi saya.

Saya pun mulai sibuk cari bahan tentang sastra feminis. Saya cari pula novel Nh Dini yang saya jadikan sampel . Ada 4 novel Hati yang Damai, Pada Sebuah Kapal, La Barka, dan Keberangkatan. Novel Pada Sebuah Kapal, La Barka dan Keberangkatan tidak ada masaalah. Pada Sebuah Kapal saya pinjam di perpustakaan IKIP , La Barka dan Keberangkatan saya beli di toko buku Sosial Agency. Nah masalahnya novel Hati yang Damai tidak ada di toko buku dan di perpustakaan IKIP. Jadilah saya berburu novel itu sampai ke perpustakaan Fakultas Sastra UGM, Perpustakaan Wilayah di Malioboro, Perpustakaan Muhammad Hatta di jalan Solo. Semuanya nihil, tidak ada. Sampai dua bulan saya berburu novel Hati yang Damai, di saat akan kuliah dengan adik kelas angkatan 1989, ada yang bertanya " Mbak  skripsinya sudah sampai apa ?" . Saya pun cerita tentang kesulitan saya mencari novel Hati yang Damai, tak disangka  Jamiatun nama adik kelas saya itu ternyata punya novelnya! Bahkan novel itu diberikan pada      saya karena belinya iuran kelompok berlima untuk tugas mata kuliah Analisis Fiksi. Begitulah kesulitan saya teratasi dengan cara yang tak disangka.

Sekarang saatnya mencari acuan tentang sastra feminis. Saya pun berburu ke Perpustakaan Balai Bahasa di dekat Sungai Code, sebelah masjid Syuhada. Sayang semua bukunya berbahasa Ingris. Saya mengcopy 4 judul buku yang semua berhasa Inggris. Saya juga ke Pusat Kajian Wanita UGM dan banyak membaca jurnal Perempuan , lumayan bisa mngutip penegrtian feminisme dari Julia I. Suryakusuma.

Lebih asyiknya lagi saya diberi setumpuk guntingan artikel di koran oleh Asih teman saya yang mau menulis tentang Feminisme tapi nggak jadi.

Akhirnya dalam waktu satu semester  (semester 9), sambil mengulang mata kuliah yang masih dapat nilai D saya menyelesaikan  proposal skripsi saya.
Semester 10 saya KKN. Lokasi KKN saya di Wedomartani, Ngemplak, Sleman. Dengan lika-liku pengalaman KKN yang asyik, menarik, suka duka , persahabatan plus sedikit cinta lokassi.....he....he...he...Sedikit lho! Ternyata saya benar-benar lupa pada proposal. Pulang KKN saya benar-benar kembali ke nol. Saya harus baca-baca lagi supaya bisa melanjutkan proposal saya jadi skripsi.

Singkat cerita skripsi mulai saya susun. Saya pun berkorepondensi dengan Ibu Nh Dini. Surat-suratnya saya simpan dengan baik saat itu. Termasuk pertanyaan yang saya ketik di sehelai kertas dan dikirimkan lewat pos dengan amplop yang disertai kaset kosong untuk jawaban pertanyaan saya. Saya membuat 10 pertanyaan.

Ternyata Ibu Dini sempat tidak percaya kalau wawancara saya untuk menulis skripsi. Sudah ajdi prinsip beliau, jika wawancara dilakukan untuk dimuat di media, wartawan yang menginterviu harus membayar , dengan alasan majalah atau koran yang memuat wawancara kan dapat uang dari tulisan itu  atau dengan maksud komersial berarti Ibu Dini juga berhak mendapatkan uang.

Saya pun mengahadap Pak Burhan, beliau sempat mau membayarkan , dari pada harus mengurus izin penelitian yang artinya birokrasi berbelit harus mengurus sampai ke Kantor Wilayah Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Unutnglah ada dosen bahasa Inggris yang ikut memcahkan kesulitan dengan ide mengirimkan foto copy kartu mahasiswa saya. Ternyata setelah  saya kirim copy kartu  mahasiswa dan surat keterangan dari fakultas   Ibu Dini bersedia menjawab pertanyaan wawancara.

Setelah beres urusan wawancara nah wesel yang saya kirim untuk ongkos  kirim kaset kosong ke Yogya  dari Semarang kurang alias terlalu mepet. tidak cukup unutk ka kantor pos membayar angkot dan ojek...hi....hi....malu-maluin. Saya malu dan ketawa dapat surat yang isinya begitu. Kalau tidak salah saya mengrim wesel Rp 12.000,00. Akhirnya saya kirimkan lagi wesel sebesar dua puluh ribu rupiah. Barulah tiga hari kemudian datang surat dari Bu Dini yang isinya surat dan kaset berisi jawaban wawancara dari beliau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline