Setelah mendiskusikan semangat Undang-undang No. 5 tahun 1960 (UUPA) pada postingan sebelumnya, menarik pula dicermati seberapa besar porsi perlindungan kelestarian lingkungan hidup pada UUPA. Seperti kita ketahui negeri kita kaya sekali dengan sumber daya alam, sehingga saking berkilaunya kekayaan kita, banyak pihak yang mencoba merampas kekayaan alam itu. Sebagian secara legal, sebagian lagi secara ilegal. Sudah jatuh tertimpa tangga, banyak pula pihak yang mencoba mengeruk kekayaan tersebut meninggalkan luka berupa kerusakan dan pencemaran di bumi, air, dan udara Republik Indonesia. Sebagai undang-undang yang menjadi dasar peraturan-peraturan agraria di Indonesia, bagaimanakah UUPA melihat lingkungan hidup dan apa pula konsekuensinya?
UUPA mencantumkan tantang tanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup pada lahan agraria, namun tidak secara tegas mengatur tentang tata cara menjaga kelestarian lingkungan hidup. Satu-satunya pasal yang menyebutkan tentang kewajiban menjaga kelestarian lahan adalah pasal 15 yang berbunyi “memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”.
Dalam penjelasan umum UUPA, disebutkan bahwa pasal 15 dalam implementasinya berhubungan dengan pasal 6 yang menyebutkan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa kerusakan tanah disini tidak hanya tentang kehilangan kesuburan maupun hilangnya fungsi tanah, namun juga terganggunya aspek sosial masyarakat akibat aktifitas terhadap tanah tersebut.
Tata cara mencegah kerusakan tanah seperti yang diamanatkan pasal tersebut tidak dicantumkan dan tidak dijelaskan dalam penjelasan UUPA. Dan bahwa akibat logis dari pembangunan yaitu kerusakan tanah dan kelestarian lahan tidak diberikan penjelasan lebih lanjut. Selain itu, pembangunan yang berakibat kerusakan lingkungan tidak termasuk dalam hal-hal yang dapat mencabut hak-hak yang diberikan atas tanah.
Sanksi yang diberikan jika terdapat pelanggaran terhadap pasal 15 yaitu dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000. Dilihat dari ancaman hukumannya, sanksi tersebut relatif sangat ringan dan tidak dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Maka karena adanya kekurangan UUPA dalam hal pelestarian ingkungan hidup, Negara menerbitkan peraturan perundangan lain yang menutup kelemahan UUPA, seperti Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan banyak perundangan terkait lingkungan hidup diantaranyaUU No. 4 tahun1982 tentang lingkungan hidup (UULH), UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang kemudian diganti UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), ditambah pertauran perundangan lain yang lebih spesifik yaitu UU tentang AMDAL, pembalakan liar, dsb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H