Lihat ke Halaman Asli

Rumitnya Nikah Beda Agama di Negara yang "Beragama"

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya,pernikahan adalah urusan pribadi dimana dua insan dipertemukan karena merasa ada kecocokan antara satu sama lain.Dua orang yang menyatakan hidup bersama karena merasa ada kecocokan satu sama lain,danberharap kelak di kemudian hari bisa saling melengkapi anatar satau sama lain.Seandainya bisa memilih,tentu setiap orang ingin menemukan pasangan hidup yang seagama,sesuku dan kalo bisa berasal dari daerah asal ang sama,supaya keluarga kedua belah pihak tidak usah repot-repot melaksanakan pesta pernikahan.Tapi memang benar adanya yang namanya jodoh itu urusan Tuhan,manusia cuma berusaha dan Tuhan yang punya kuasa.Disaat seseorang yang entah karena tuntukan profesi atau karena atas keinginan sendiri secara kebetulan berdomisili jauh dari kampung halaman,maka kemungkinan mendapatkan jodoh yang berbeda agama pun sangat mungkin terjadi.Karena tuntutan situasi,maka  memilih pasangan hidup tak mungkin dibatasi sekat geografis, etnis, warna kulit, bahkan agama.

Bagi orang yang kebetulan menemukan pasangan hidup yang berasal dari agama yang sama tentu saja tidak ada masalah.Tinggal ikuti saja aturan main dari agama yang bersangkutan dan semua urusan selesai.Permasalahan akan timbul di saat Dua insan manusia itu berbeda agama,setelah melewati negosiasi yang panjang dengan pihak keluarga (karena pada dasarnya sangat jarang orang tua yang secara ikhlas mengijinkan anaknya menikah dengan pasangan yang berbeda agama),maka tantangan selanjutnya adalah berhadapan dengan hukum postiv dan hukum agama masing-masing pihak

Pada dasarnya UU perkawinan mengharuskan sebuah pernikanan atas dasar agama

”Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

Dan dalam penjelasan ayat tersebut malah lebih tegas lagi disebutkan :  “Dengan perurnusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada Perkawinan diluar hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukurn masing-masing agamanya dan kepereayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang- undang ini.

Kalo dilihat-lihat,sepertinya peraturan ini sangat memberatkan bagi orang yang mau menikah beda agama.Karena secara umum dinegara kita para pemuka agama sangat “alergi” apabila ada umatnya yang menikah dengan umat agama lain.Kalopun ada tokoh agama yang toleran terhadap pernikahan beda agama mungkin jumlahnya sangat sedikit,dan kemungkinan mereka-mereka itu pun tidak punya posisi penting di pemerintahan.

Kalo kita coba cari-cari di google,ada pendapat dari seorang professor yang mengatakan bahwa pernikahan beda agama bisa dilakukan dengan beberapa cara :

1.meminta penetapan pengadilan,

2.perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,

3.penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan

4.menikah di luar negeri.

Setelah membaca pernyataan si professor itu,maka yang timbul dalam pikiran saya

1.meminta penetapan pengadilan,semudah membalikkan tanagan kah ? kita tau sendiri betapa rumitnya alur birokrasi di Negara kita.

2. perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,lagi-lagi ini lebih sulit dari yang pertama karena tidak semua pemuka agama koperatif terhadap masalah yang satu ini.

3. penundukan sementara pada salah satu hukum agama,hmmm ini mungkin ide yang lebih gila lagi,kita tau bersama agama itu bukan barang loak yang bisa digadaikan terus kemudian ditebus lagi.

4 menikah di luar negeri,mosok iya sih mau kawin aja mesti ke negeri orang ?? !!

Dengan memperhatikan hal-hal diatas,sebagai seorang yang bukan sarjana hukum,maka saya berkesimpulan bahwa peraturan di Negara yang kita cintai ini,sangat menutup ruang bagi pernikahan 2 insan yang berbeda keyakinan.Perkawinan yang sejatinya adalah urusan hati dan urusan ranjang,tetapi setelah dihubung-hubungkan dengan agama dan hukum maka urusannya menjadi sangat rumit sekali.negara kita yang katanya mengakui ke-bhineka-an ternyata belum sanggup mengakomodir kepentingan warganya yang berbeda keyakinan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline