Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Beberapa Hal Kecil Menilai Keberpihakan Bank Pemerintah Kepada Rakyat Kecil

Diperbarui: 28 Desember 2015   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam situasi perekonomian negara kita paling tidak yang dapat dilihat 5 tahun belakangan ini, yang dikatakan mengalami pertumbuhan sekitar 6% (BI) dan ada juga analisa yang menyatakan bahwa Indonesia pada tahun 2025 akan menjadi salah satu negara dari 12 negara yang akan mengalami pertumbuhan perekonomian terbesar dunia, namun sesungguhnya sangat kontradiktif dengan realitas kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup dalam keadaan perekonomian keluarga, kelompok atau pribadi yang cukup memprihatinkan.

Beberapa indikator yang dapat memperkuat pernyataan ini diantaranya, adalah bertambahnya jumlah orang miskin dari keadaan sebelumnya (September 2014) sebesar 860.000 orang atau meningkat 11,22%, shg berdasarkan data BPS pada bulan Maret 2015 terdata sebanyak 28,59 juta orang. Kemudian terdapat 7,9 juta rumah yang tidak layak huni (finance.detik.com) dan pendapatan rata-rata orang Indonesia yang masih di bawah standar dunia, di mana berdasarkan catatan BPS 2014 hanya 41,8 juta per tahun (Liputan6.com) sedangkan untuk lamanya pendidikan rata-rata orang Indonesia hanya 8,02 tahun atau setara dengan kelas 2 SMP (kelas VIII skrg).

Dalam hubungan ini khususnya yang berkaitan dengan penghasilan dan kelancaran aktivitas pekerjaan atau usaha-bisnis sehari-hari terkadang kita juga menemui beberapa hambatan yang dapat dikatakan dapat menyebabkan tertunda, batal atau meruginya bisnis yang sedang dijalani karena disebabkan oleh hal-hal yang sepeleh saja. Misalnya ketika mau membeli suatu barang di pedagang kecil dengan harga yang tidak sampai Rp 50.000,- atau Rp 100.000,- dan kita menggunakan pecahan uang Rp 100.000,- kebanyakan yang didapati adalah transaksi tsb tidak dapat dilakukan karena si penjual/pedagang kecil ini tidak mempunyai uang kembaliannya.

Hal yang hampir mirip pula adalah ketika kita mau mengambil uang di mesin2 ATM pada hampir semua bank atau galeri ATM yang ada saat ini banyak yang kita temui mesin ATM yang menyediakan pecahan uang Rp 50.000,- sudah banyak yang berkurang, yang tersedia atau lebih banyak adalah dengan pecahan Rp 100.000,- sekalipun itu pada mesin ATM dari bank2 yang berbasis atau fokus usaha perbankannya pada rakyat dengan penghasilan rendah seperti misalnya BRI demikian halnya Bank Mandiri sebagai bank pemerintah yang dikatakan terbesar saat ini, di mana transaksi atau transfer lewat mesin ATM-nya saat ini sudah tidak bisa lagi dengan nilai di bawah Rp 50.000,- Berdasarkan kenyataan atau hal2 kecil ini maka dapat dikatakan bahwa keberpihakan bank terutama bank2 pemerintah (karena sesuai pengalaman atau kenyataan yang ditemui masih ada bank swasta besar yang mempunyai kepedulian terhadap rakyat kecil bila indikator ini dipakai, misalnya BCA saat ini masih bisa bertransaksi di mesin ATM-nya dengan nilai di bawah Rp 50.000 bahkan di Stasiun KA Bandung di galeri ATM-nya, BCA masih menyediakan mesin ATM dengan pecahan Rp 20.000,- atau bank Sinarmas misalnya dalam program kerjasamanya dengan maskapai penerbangan Lion Air, kartu ATM-nya dapat tetap aktif sekalipun saldonya di bawah Rp 10.000 atau transfer di bawah pecahan Rp 50.000,-) kepada rakyat kecil saat ini sudah tidak ada lagi, belum lagi bila kita merambah ke produk perbankan lainnya, seperti pemberian kredit yang cukup sulit untuk diperoleh masyarakat kecil atau berpenghasilan menengah ke bawah sebagaimana juga yang pernah disinggung oleh Kepala Perwakilan BI Bali (Dewi Setyowati) dalam acara “Edukasi Layanan Keuangan Digital” yang diberitakan Tribun Bali tgl. 9 Desember 2015, bahwa “masih banyak masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan atau lembaga keuangan baik dalam bentuk tabungan, perolehan kredit serta produk layanan bank lainnya seperti pemanfaatan transfer”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline