Jemparingan Mataraman di Alun-alun kota Wates, Kulon Progo - Yogyakarta. Minggu, 23 Oktober 2022. Cuaca pagi yang cerah menyambut kedatangan para tamu rombongan yang berasal dari bermacam kota di daerah Kulon Progo.
Baru beberapa waktu lalu kami usai mengikuti Gladhen Ageng Jemparingan di kota Klaten, Jawa Tengah. Dan sekarang, Minggu pagi ini ada lagi event Gladhen Ageng Jemparingan Mataraman di kota Wates, Daerah istimewa Yogyakarta.
Benar-benar tinggi animo masyarakat Yogya dan Jawa Tengah terhadap budaya Jemparingan Mataraman.
Jemparingan Gaya Lama :
Berbeda dengan gladhen atau latihan-bersama di Klaten kemarin yang hanya menggunakan gagrag (gaya) jemparingan modern / busur miring, gladhen di Wates Yogyakarta ini memperlombakan gagrag lama dan modern dalam event yang bersamaan.
Kalau selama ini kita sudah banyak melihat gladhen jemparingan dengan busur miring, di artikel kali ini kita akan lebih banyak belajar mengenal jemparingan yang menggunakan gaya lama.
Jemparingan: Olah Mata atau Olah Rasa?
Permainan jemparingan asalnya dari kerajaan Mataram, di Yogyakarta. Di masa pemerintahan Sultan Agung, budaya Mataraman termasuk didalamnya panahan / jemparingan, menyebar dan menjadi gaya 'baru' di hampir seluruh tanah Jawa, Madura, maupun Kalimantan (Sukadana).
Selain berfungsi sebagai senjata beladiri, perang, berburu, dll ... jemparingan juga menjadi sarana rekreasi sekaligus sarana 'mendekatkan diri' antara Pimpinan daerah dengan para bawahannya (dulu jemparingan hanya dimainkan oleh bangsawan dan pejabat kraton, bukan untuk masyarakat biasa seperti sekarang).
Ciri dari panahan jemparingan gaya Mataraman adalah memegang busur gendewa secara tidur / horisontal. Di tiap daerah Mataraman memiliki nama-lokal sendiri, seperti jegulan, undlup, dll
baca selanjutnya : "Sejarah Jemparingan dari era Mataram Kuno sampai Modern Sekarang"