Sore ini cuaca di halaman Kagungan Dalem Bangsal Kamandungan kraton Jogja lumayan cerah. Banyak abdi-dalem kraton yang berlatih jemparingan Mataraman, dan suasananya pun sangat meriah.
Jemparingan di kraton Jogja ini usianya sudah tua sekali, mulai diajarkan sejak awal kraton berdiri tahun 1755 M.
Setelah 'hilang' di era Sri Sultan HB ke-9, pada 9 September 2012 jemparingan gaya kraton Jogja dihidupkan kembali oleh KRT. H. Jatiningrat, SH.
Beliau memprakarsai berdirinya Paguyuban Jemparingan GANDHEWA MATARAM, yang waktu itu anggotanya terbatas KHUSUS abdi dalem kraton Yogyakarta saja.
Berbekal pengalaman pribadi semasa kecil, melihat paman dan kakak-kakak Beliau berlatih jemparingan kraton di Kemagangan (waktu itu), abdi-dalem senior kraton Yogyakarta yang sering dikenal dengan sebutan Romo TIRUN ini mulai mengajarkan permainan panahan tradisional warisan Sri Sultan HB ke-I ini kepada para abdi dalem, baik punokawan, keprajan, maupun prajurit kraton, bertempat di halaman KDB Kamandungan.
SEJARAH JEMPARINGAN
Jemparingan dalam arti kata 'panahan' : untuk berperang, berburu, atau membela-diri tentu sudah dikenal lama sejak nenek-moyang kita. Jemparingan adalah bahasa Jawa halus / kromo-inggil dari kata 'panahan'. Namun,
JEMPARINGAN dalam pemahaman permainan panahan tradisional MATARAM : yang dilakukan sambil duduk bersila, menggunakan bahan alami dari kayu & bambu, dilakukan dengan berbusana kejawen, dll, dikenalkan di Kraton Yogyakarta, awalnya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke-1.
Jemparingan diajarkan di Sekolah TAMANAN mulai tahun 1757 M, bertempat didalam kraton Jogja - lokasinya sampai sekarang masih megah berdiri di kompleks kraton Kilen, sebelah barat Keben - pojok selatan dari Museum Kareta Karaton (jl. Rotowijayan).