Lihat ke Halaman Asli

Jemmy Hendiko

Lecturer | Translator | Interpreter | Editor | Freelance Writer | Blogger |

Aku dan Kampus Biru IIUM Malaysia (3)

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13477425802053548517

27 Maret 2012, Mahallah Uthman Block PG IIUM.

Pekan ini di IIUM memasuki masa jeda. Break time. Beberapa kantin dan cafetaria di sejumlah mahallah(asrama) banyak yang memilih tutup dan ikut meliburkan diri. Tentu saja dengan alasan logis agar dagangan mereka tidak rugi, karena memang sebagian besar pembeli dan pelanggan mereka adalah mahasiswa-mahasiswa Malaysia sendiri yang sejatinya paling mendominasi di IIUM ini. Break time dimanfaatkan oleh mereka untuk pulang kampung, sebagaimana layaknya mahasiswa-mahasiswa perantauan di Tanah Air. Kondisinya saya rasa persis seperti di Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa Negeri Jiran yang belajar di sini datang dari berbagai sudut negeri, seperti Penang, Kelantan, Johor, Negeri Sembilan, Terengganu, dan sebagainya. Bahkan tak tertutup kemungkinan ada yang berasal dari Sabah atau Serawak yang berlokasi di Pulau Kalimantan sana.

Praktis, meskipun hari ini baru hari pertama libur pertengahan semester, namun semenjak kemarin siang kampus IIUM sudah terasa sangat sepi dan lengang. Ketika saya shalat Ashar di Masjid Sultan Haji Ahmad Shah kemarin petang, shaf shalat yang biasanya sangat ramai rupanya hanya tinggal satu shaf saja. Tiba-tiba saya teringat dengan kondisi serupa di Mesir dulu. Apabila masa-masa libur semacam ini tiba, maka lihatlah situasi di Madinah Mubarak yang menjadi sentral pemondokan mahasiswa-mahasiswa asli Mesir di bilangan Nasr City, Cairo. Jika Anda melewatinya dari waktu selepas Zuhur ke atas, maka akan tampak mahasiswa-mahasiswa Mesir dari berbagai daerah yang bersiap-siap pulang kampung, yang terkadang dalam pengamatan saya cara mereka berlibur cukup norak. Misalnya, jika hari ini adalah hari terakhir kuliah, maka tak sedikit di antara mereka yang datang ke kampus dengan koper besar. Mungkin maksudnya jika selepas jam pamungkas kuliah nanti mereka bisa langsung terbang pulang. Tapi yang tak lazim adalah kebiasaan mereka membawa koper-koper raksasa itu ke dalam kelas, padahal sebetulnya mereka pun pulang hanya dengan menggunakan bis biasa atau kereta Metro saja, tidak dengan pesawat. Menggelikan sekali bukan? :-)

Di IIUM saya kembali bertemu dengan orang-orang Mesir. Hanya saja, di sini mereka lebih "pendiam". Tidak banyak omong dan tingkah seperti di negara mereka sendiri. Di kelas Research Methodology misalnya, ada satu orang mahasiswa dari Mesir. Dalam pertemuan dengan Doktor Handawy dua pekan silam, ia paling banyak bertanya, meski hal-hal yang ia tanyakan sebenarnya tak patut untuk ditanyakan oleh seorang mahasiswa magister. Beberapa di antara kami kala itu hanya senyum-senyum saja dengan pertanyaan-pertanyaan bersifat tekhnis yang ia ajukan. Meski tidak saling berkenalan, untuk menebak apakah ia dari Mesir atau tidak, saya rasa saya tidak perlu salah. Empat tahun di Negeri Seribu Menara sudah cukup membuat saya kenal tentang mereka dari A sampai Z. Ah, lebay. :-)

Dan yang paling menarik perhatian saya di IIUM ini adalah pembawaan diri mahasiswa-mahasiswa tuan rumah Malaysia. Di Mesir dahulu, apa persepsi mahasiswa-mahasiswa Indonesia tentang mahasiswa-mahasiswa Malaysia? Sangat banyak. Bagi saya, kadang tanpa diminta, kita akan dinilai oleh orang lain. Mau atau tidak mau. Suka atau tidak suka. Di Mesir, mahasiswa-mahasiswa Malaysia jika pergi kemana-mana, sangat suka sekali bergerombol. Bergaul dan berinteraksi hanya dengan sesama mereka saja. Hampir tidak pernah saya lihat dan temukan mahasiswa Malaysia yang mempunyai pola pergaulan yang luas dengan mahasiswa dari negara-negara lain. Agak cenderung menutup diri dan punya pola interaksi yang eksklusif. Dan ternyata, di IIUM saya kembali menemukan fenomena yang serupa. Mahasiswa-mahasiswa Negeri Jiran, meskipun sudah berada di negeri mereka sendiri, tetap saja mereka sebagaimana persepsi saya di Mesir dulu. Mereka cenderung pendiam jika tengah sendiri atau sedang bersama mahasiswa dari negara lain, tapi tentu tidak dengan standar "pendiam" orang Mesir yang saya ceritakan sebelumnya. Namun lucunya, jika mereka sudah berada dalam perkumpulan sesama Malaysia, tawa lepas dan "cakap" bebas akan menghilangkan image pendiam yang sebelumnya Anda sematkan. Bahkan Amin, sepupu saya orang "asli" Malaysia yang telah terbang ke Jepang beberapa hari silam mengakui hal demikian.

Hoaaam... Sudah pukul 00.35 AM. Saya tengah begadang mengerjakan tugas-tugas paper di asrama tercinta, Mahallah Uthman. See you next time!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline