Lihat ke Halaman Asli

Jeminah Santati

Guru Agama Buddha, Kepala PAUD Pelopor Duri, dan Upasika Pandita

Puasa dalam Agama Buddha

Diperbarui: 3 Mei 2022   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Jeminah, S.Pd.,M.M.Pd.

Mendengar kata puasa pasti teringat takjil/makanan pembuka waktu saudara kita umat Islam berpuasa. Apakah agama Buddha ada puasa, kapan dan bagaimana?

Kata Puasa berasal dari bahasa sansekerta yaitu "upavasa" yang akhirnya disebut Uposatha, bertujuan melatih dua pintu karma ( batin dan jasmani)dan  5 indria artinya menghindari kesenangan duniawi dalam waktu tertentu. Umat buddha terdiri dari dua kelompok yaitu Gharavasa /umat perumah tangga( Uphasaka dan uphasika) dan pabbajitta /Petapa terdiri dari samanera, samaneri dan bhikkhu, bhikhuni).

Semua agama mengajarkan umatnya tentang puasa sebagai bentuk pengendalian diri, akan tetapi waktu dan cara pelaksanaannya berbeda. Masih banyak umat Buddha yang belum menjalankan puasa, tentu ada beberapa sebab antara lain : belum siap untuk berlatih (kemungkinan karena pada sila ke 3 latihan untuk tidak melakukan hubungan suami atau hidup selibat), tidak tahu caranya, dan yang repot apabila ada yang tidak mau tahu. Sebagian ada yang memilih bervegetarian saja.

Pemeluk Agama Buddha di Pulau Jawa dan Provinsi lampung sebagian besar suku Jawa , di Pulau Lombok  Suku Sasak, Jakarta, Kalimantan Barat, Riau, Riau Kepulauan , kebanyakan  Keturunan Cina sedangkan Sumatra Utara kecuali keturunan Cina juga dari keturunan  India Tamil. 

Sejak tahun 1983, guru Agama Buddha sudah mulai diangkat oleh pemerintah yang ditempatan di berbagai wilayah di tanah air. Guru tersebut pada umumnya orang Jawa, yang sejak kecil sudah dikenalkan dan berlatih uposatha  bersama guru dan didukung oleh para orang tuanya. Puasa dijalankan setiap hari selama menjadi Pabbajitta. Bhikku Teravada menjalankan 227 Sila patimokkha, bhikhuni  Teravada 311, bhikkhu Mahayana 250, dan bhikhuni Mahayana 348 sila patimokkha, ini yang terdapat dalam Vinaya Pitaka.

Gharavasa hanya 8 latihan moral terdiri dari : saya melatih diri menghindari pembunuhan, saya melatih diri menghindari pencurian, saya melatih diri menghindari  aktivitas seksual dan hidup selibat, saya melatih diri  menghindari  ucapan salah, saya melatih diri menghindari  minuman yang memabukan, saya melatih diri menghindari makan tidak pada waktu yang tepat, saya melatih diri menghindari tarian, nyanyian, musik, hiburan tidak pantas, perhiasan, kosmetik dan parfum dan saya melatih diri menghindari tempat duduk serta tempat tidur yang tinggi dan mewah ( Paritta suci , Atthangasila:59).

 Seiring dengan makin banyaknya guru Agama Buddha yang diangkat pemerintah, begitu juga latihan atthangasila  di praktekkan di semua daerah. Mereka dalam tim vihara bersama anggota Sangha dan umat, mengadakan berbagai pelatihan mengisi liburan di dalamnya ada unsur uposatha antara lain : Pekan Penghayatan Dhamma, pabbaja samanera, Atthasilani, vipasana bhavana , Binawidya dan puasa menjelang perayaan Waisak. Lamanya berkisar 7 hari hingga satu bulan. 

Puasa yang wajib dilakukan  umat gharavasa 4 kali dalam satu bulan yaitu tgl 1, 8, 15 dan 23 menurut kalender lunar. Jika dijumlahkan dalam satu tahun 48 kali berpuasa. Sebagian besar masyarakat buddhis di Pulau Jawa sudah melaksanakan puasa tambahan (patihariya uposatha ) selama 15  hingga 30 hari menjelang Waisak. Cara berpuasa dalam Agama Buddha dimulai dari jam 06.00 pagi  sampai dengan  jam 12.00 siang diperbolehkan makan dan minum. Setelah jam 12.00 siang hingga  jam 06.00 pagi esok hari waktunya berpuasa.

Kepada para umat buddha mari berlatih uposatha, karena kita akan memperoleh manfaat secara medis (halodoc.com) : mengurangi berat badan dan tingkat kolesterol, meningkatkan pembentukan sel saraf, menurunkan risiko penyakit jantung , mengontrol gula darah, tubuh ideal, dan meningkatkan hormon endorfin yang menimbulkan suasana hati bahagia. 

Secara spiritual manfaatnya seperti yang terdapat dalam Digha Nikaya : Maha Parinibbana Sutta , Guru Agung Buddha mengatakan : "Ia yang melaksanakan sila dengan baik , nama harumnya tersebar luas hingga sampai ke alam dewa, Ia akan memperoleh kekayaan lahir dan batin, tanpa ketakutan dan keraguan, Ia dipuji oleh orang bijaksana, meninggal dengan tenang dan terlahir di alam surga".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline