Lihat ke Halaman Asli

Jemie Simatupang

Tuhan Bersama Orang-orang Yang Membaca

Be-be-em dan Indomie Tanpa Telor

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13313667801593578937

[caption id="attachment_165538" align="aligncenter" width="472" caption="tak dapat yang tak pakai telor (sumber:preciouspia.blogspot.com)"][/caption] BELUM LAGI BBM (BAHAN BAKAR MINYAK) benar-benar (di)naik(an), barang-barang kebutuhan sehari-hari sudah naik benar-benar. Reaktif bin antispatif. Cok Kompas, yang udah lama tak ngeblog di kompasiana, dapat laporan langsung dari isterinya yang baru pulang dari pajak (Medan: pasar) kalau harga cabe dll (baca: de-el-el artinya masak Anda tidak tahu!) sudah naik 2 kali lipat. “Cemana nih, Bang! Cabe sudah naik 200 prosen! Kebutuhan yang lain juga sudah mulai ikut-ikutan naik!” “Kok bisa naik pulak?” Cok Kompas jawab open tak open sambil terus menonton siaran berita di TV; breaking news dari pengadilan Tipikor Jakarta. “Tapi be-be-em mau naik. Kau yang selalu nonton berita, masak tak tahu?” “Iya, tapi kan belum lagi naik?” “Itulah! Akupun tak tahu kenapa! Tapi kalau harga naik begini sementara gaji abang tak naik—dan tak ada pula masukan sampingan—bisa puasa sebelum waktunya lah kita ini—sebelum ramadhan datang” “Tenang sajalah, nanti adanya rezeki kita,” jawab Cok Kompas. “Dengan izin Tuhan lah, Bang!” kata isterinya lalu bergegas ke dapur—bukan benar-benar dapur, karena sejatinya itu adalah kamar ukuran 2 x 3, karena rumah KPR 6 x 6 mereka belum punya dapur, maka kamar itu pun disulap menjadi dapur. Kemudian ada suara kompor yang dihidupkan: kletek slep! Dan tak lama ada suara kuali yang diletakan: cleng! Ada suara air yang dituang: slurrrrr! Dan ada suara plastik dikoyak: srek! Srek! “Alhamdulillah, puasa belum datang,” bathin Cok Kompas. Tapi dalam benak, Cok Kompas ada membenarkan kata-kata isterinya. Bisa puasa sebelum ramadhan mereka kalau harga naik tapi gajinya yang beberapa digit diatas UMK (baca: u-em-ka, artinya upah minimum kota). Paling tidak harus jor-joran puasa senin-kamis agar pengeluaran berkurang: menjadi lebih relijius karena keadaan. “Kan tak salah juga?” pikir Cok Kompas menghibur diri. “Bang, cemana kalau kita cari sampingan, kita borong saja be-be-em, pakai jiregen, kita tumpuk, nanti  pas harganya naik baru kita jual!” kata isteri Cok Kompas dari dapur, masih sibuk dengan olahannya. “Tak boleh itu, nanti bisa kita ditangkap polisi! Mau kau?” “Cemana lagi, Bang! Jadi koruptor kita tak mampu, apa yang mau dikorupsi!” “Iya, tapi janganlah! Awak tahu sendiri kan, koruptor saja tak mau menumpuk be-be-em!” “Maksud Abang!?” “Lah, itu kan ada politikus yang disangka korupsi tapi dia sumpah-mati ngaku tak punya be-be-em," “Bah! Itu lain, Bang! Tak pernah serius Abang ini kalau awak ajak ngomong!” Cok Kompas nyengir saja. Obrolan hari itu ditutup dengan sebuah iklan yang tak asing lagi oleh isterinya: “Makan dulu sana, ada indomie spesial tanpa ayam tanpa telor tanpa cabe tuch,” TV dimatikan, Cok Kompas buru-buru ke dapur mengambil sepiring indomie rebus.  Ia  santap dengan nikmat tiada tara sampai untaian akhir. Di tempat lain: korupsi jalan terus, be-be-em akan naik terus, TDL  juga ikutan naik terus, harga-harga tak ketinggalan akan naik terus, politikus ngomong terus ... dan rakyat semakin miskin terus .... JEMIE SIMATUPANG kompasianer asal(-asalan) Medan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline