Lihat ke Halaman Asli

Jemie Simatupang

Tuhan Bersama Orang-orang Yang Membaca

Nak, Semoga Kelak Jadi Menteri

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12986907901916421693

 

[caption id="attachment_92023" align="aligncenter" width="600" caption="Nak, bangga selalu jadi Anak Indonesia (sumber:yuliku.wordpress.com)"][/caption]

 

12986785511663108430

Tapi Nak, kau pasti bisa membedakan mereka kalau saja bertanya pada hati yang paling dalam. Pada nurani. Dia, kalau saja masih hidup, tak akan pernah berbohong mana yang salah mana yang benar

12986790101157754806

Nak,

 

HARI INI, 2 TAHUN yang lalu kau lahir. Tangis pertamamu terdengar, setelah bundamu berjuang hidup-mati selama lebih dari 20 jam. Akh, dirimu begitu nakalnya, tak mau keluar dari pesanggrahan, dari rahim, yang memang penuh kasih itu. Entahlah. Mungkin dirimu bisa juga mimindai, bisa merasai, kalau dunia ini taklah nyaman bagimu.

Pun kalau begitu yang kau sangka tak salah juga. 100 prosen adanya. Dunia orang dewasa memang penuh kebohongan, tipu-muslihat, intrik, kejahatan, konspirasi, dan apa lagi?

Cemana ayah bisa berkata lain. Lihat saja apa yang terjadi 2 tahun ini—selama dirimu ada. Detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari, bulan ke bulan adalah cerita soal orang dewasa melulu—yang nota bene itu tadi: bohong, intrik, konspirasi, ... Tengoklah di TV—yang sekarang bisa kau On-Offkan sendiri. Ada penguasa yang korup—Nak, kekuasaan itu sendiri memang korup—tapi celakanya dia tak mengaku. Sok jadi orang paling bersih. Konon katanya dia telah bikin banyak rakyat jadi sejahtera, dapat pekerjaan, bebas kelaparan, padahal kau tahu sendiri, pernah lihat sendiri, ketika kita jalan-jalan, keliling-keliling, pakai motor tua punya kita: gelandangan-pengemis tiap hari bertambah di sudut-sudut kota kita.

“Kita berhasil tekan akan kemiskinan sekian prosen,” katanya di TV.

Tak ada yang benar, Nak, kecuali kebohongan statistik, manipulasi standar. Tapi benar memang orang-orang miskin, terpinggirkan, termarjinalkan memang terus di”tekan” dinegeri ini. Entahlah. Mungkin itu maksud penguasa kita itu.

Nak,

Itu baru satu. Banyak lagi yang lain. Ya di dunia kesehatannya, ya di dunia olah-raga. Kau bayangkan ada orang yang masih mengaku bersih setelah terbukti terlibat kejahatan, kecurangan, dan dipenjara berkali-kali, dan menolak undur dari pimpinan organisasi sepak bola di negeri kita. Aturan yang tak membolehkan bisa ditukang-tukangi. Bisa kau bayangkan bagaimana sportifitas di dunia olah-raga kalau pimpinannya pernah bunya rekam buruk. Jadi mahfum kalau kemudian di dunia olah raga kita itu kemudian identik dengan tawuran, baku hantam, ... padahal itu bukan olahraga bela diri, cuma bola kaki ...

Ada juga menteri yang kukuh tak mengumumkan susu—semacam yang kau minum—terkontaminasi bakteri. Duh, Nak, padahal negara kita itu telah meratifikasi kovensi hak anak (KHA). Kepentingan terbaik bagi anak adalah jadi salah satu prinsip utama ketika negara membuat kebijakan. Lah, ketika ia tahu, tapi tak mau bilang, dan tetap membiarkan anak-anak sepertimu terus diumpani orang tuanya dengan susu yang berbakteri—bisa jadi susu yang biasa kau minum—jelas-jelas ia mengabaikan hak anak-anak (sepertimu): kesehatannya, tumbuh kembangnya, ...

Tak habis pikir, kok tampaknya ia lebih membela produsen daripada melindungi hak-hak anak yanjelas-jelas diingkari. Kepentingan terbaik bagi anak jelas jadi jargon di undang-undang saja, atau paling-paling (lebih tinggi  sedikit) pemanis proposal proyek saja.

Nak,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline