Memasuki tahun politik 2018, diskursus publik bukan saja menyangkut Siapa Gubernur Papua periode 2018 -- 2023 atau bagaimana kekuatan dukungan Pilpres menjelang 2019, tetapi adalah juga isu Otonomi Khusus yang sudah berjalan selama kurang lebih 16 tahun.
Sebagai sebuah kebijakan, Otsus dalam dimensi politik merupakan intervensi pemerintah dalam rangka akselerasi pembangunan di wilayah Papua. Dalam rangka itu berhasil tidaknya Otsus dilihat seberapa efektif Otsus menciptakan lingkungan kerja yang ideal dan dapat memperluas pelayanan publik, peningkatan reponsibilitas, memperluas partisipasi, konsolidasi yang optimal dan pengawasan yang intensif di wilayah Papua dan Papua Barat.
Dalam konteks ini pula kita bisa memberikan evaluasi secara serius kepemimpinan di Papua baik pada tingkat Provonsi maupun Kabupaten, yaitu seberapa berhasil para pemimpin daerah ini mengakselerasi pembangunan di Papua dalam kerangka Otonomi Khusus tersebut.
Jangan sampai, momentum Pilkada serentak 2018 mendatang hanya menjadi even 5 tahunan saja yang tidak memberikan dampak apa-apa bagi masyarakat. Pada tahun 2018, Papua akan menggelar Pilkada Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur. Bukan hanya itu Pilkada serentak juga dilaksanakan di Kab. Mamberamo Tengah, Kab. Paniai, Kab. Puncak, Kab. Deiyai, Kab. Jayawijaya, Kab. Biak Numfor, dan Kab. Mimika.
Tentu saja, sebagai harapan tentang sebuah demokrasi prosedural dan substansial dalam penyelengaraannya agar demokrasi yang dilaksanakan sungguh-sungguh sesuai dengan cita-cita politik yang bermartabat. Dengan kata lain nilai pembangunan demokrasi lebih berkembang secara matang, dan dengan demikian terhindar dari potensi konflik sebagaimana sering terjadi di Papua.
Dalam konteks Otsus, Pilkada serentak 2018 harusnya menjadi momentum yang baik bagi semua golongan yang sedang mengharapakan efektifnya pelayanan publik, partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan dan partisipasi masyarakat, atau demokrasi lokal yang terus berkembang menuju kematangan sehingga akselerasi kesejahteraan masyarakat itu dapat segera tercapai.
Tujuan Pembangunan dengan dasar keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, menjadi hak mutlak demi kemajuan Papua dari segala aspek pembangunannya. Dengan demikian sebagai bagian dari implementasi Otsus Papua, pemerintah harus sungguh-sungguh menjawab apa yang menjadi amanat UU Otsus tersebut.
Selain itu, patut dicatat juga bahwa kekuasaan yang tengah diperebutkan pada Pilkada 2018 ini sejatinya diperuntukkan bagi demokrasi lokal yang memang secara sungguh-sungguh bekerja bagi kemajuan Papua. Berangkat dari pertimbangan selama berlakunya otonomi khusus Papua, di mana antara pemerintah pusat dan daerah cenderung beranggapan bahwa perubahan pada hubungan telah mendorong timbulnya egosentrisme daerah yang berlebihan sehingga cenderung menimbulkan disharmonisasi hubungan pusat dan daerah.
Pada sisi lain elit lokal memandang pemberlakuan otonomi khusus tidak secara sungguh-sungguh membangun penguatan desentralisasi asimetrik bagi Papua. Sedangkan implementasi otonomi khusus secara kewenangan terlihat jelas bahwa demokrasi lokal terpacu pada konteks yang lebih mengikat misalnya sistem demokrasi lokal seperti "sistem noken" akan tetapi memiliki dilema dalam mengawal proses demokrasi dengan kerawanan konflik di beberapa wilayah papua pada tahun 2018 ini.
Merangkai implementasi otsus proses pilkada tentu juga dapat melahirkan pemimpin yang mampu menyatukan segala konsep pembangunan Papua terutama di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia.