When Dog Meets an Owl
by: Jefry Daik
Disudut kota kecil bekas perang dunia ke-2. Di negeri entah bernama apa. Ku sebutkan negeri itu adalah negeri Mesiu.
Tanahnya gersang. Terbakar dilahap api dan ledakan. Udaranya penuh berasap. Hanya tertinggal reranting kering ditanah dan langit yang temaram
Di sudut suatu bangunan tua, kulihat seekor anjing berbulu coklat bermain dengan debu. Jenis German Shepherd berada Didalam tong sampah yang hanya tersisa abu.
Dulu bangunan itu adalah pabrik sosis. Tempat mangkal yang terindah yang paling banyak diminati. Khususnya para anjing liar dari sekitaran kota. Di tempat itu sering terjadi perkelahian karena tempat sampah yang tersedia cuma sebuah. Ada tragedi berdarah -- darah pernah terjadi disana. Biasanya Yang kuat yang berkuasa atau yang bergerombol mengepepung yang lemah. Sementara itu, para pekerja di pabrik sosis itu sibuk bertaruh, siapa yang menjadi sang juara, ada seekor anjing berbulu coklat mengintip dari sela -- sela reruntuhan.
Dulu anjing berwarna coklat itu tak begitu tertarik untuk berkelahi. Dia lebih suka menunggu sampai tiada satu ekorpun pesaingnya bertenggger di dalam box sampah. Biasanya saat yang kalah taruhan atau saat pabrik ditutup pada akhir pekan barulah ia menjejakkan kaki kesana. Hati -- hati dengan semua indra terjaga.
Walaupun hanya menjilat -- jilat tak menentu. Walaupun tak cukup untuk memuaskan dahaga dan laparnya, ia lebih suka untuk tidak terluka.
Hatinya sudah lebih banyak terluka.
Dulu Anjing itu milik seseorang di sudut kota itu. Namun bom sudah meratakan tempat tinggal mereka.
Tak ada yang tersisa. Bahkan jasad tuannya tak lagi tercium selain bubuk mesiu.