Dewan Pimpinan Pusat Advokat Persaudaraan Islam (DPP API) mengkritisi lemahnya Kitab Undang-Undang Hukum (KUHP) baru dalam melarang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). DPP API menyarankan ada Undang-Undang (UU) tersendiri guna mencegah LGBT. Analisa DPP API hanya ada dua pasal yang berpotensi menjerat LGBT di KUHP baru yaitu Pasal 414 dan Pasal 411 ayat (1). Namun kedua pasal itu memang tak mengatur khusus soal LGBT karena berlaku umum.
Pasal 414 misalnya, DPP API menganggapnya lemah, karena hanya menyatakan hubungan di depan umum, dengan kekerasan, dan dipublikasikan dengan muatan pornografi. "Justru pasal itu akan jadi pasal karet guna menjerat pasangan suami istri yang sedang ada masalah pribadi diantara mereka," kata Advokat dari DPP API, Aziz Yanuar (Republika.co.id, 8/1/2023).
Lebih lanjut pada pasal 411 ayat (1) yang mengharuskan adanya aduan dari keluarga inti."Pasal itu juga tidak kalah banci karena selain ancaman hukuman hanya setahun, ini juga delik aduan dari orang tua atau anak," ujar Aziz lagi. Ia kemudian membandingkan dengan KUHP lama yang tak kalah banci dan lemah dibanding KUHP baru, memang ada pasal yang berpotensi menjerat LGBT yaitu hanya pasal 292. Namun hanya mengatur orang dewasa yang melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anak belum dewasa dari jenis kelamin yang sama. Kembali pelarangan LGBT tidak menonjol.
Masih ada sedikit harapan untuk mempidanakan LGBT ini melalui Pasal 2 dan Pasal 597 di KUHP yang baru. Kedua pasal itu mengatur soal berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat, yaitu LGBT bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat. Kelemahannya, hukum yang hidup dalam masyarakat ini tak mengatur secara spesifik soal ancaman pidana pelanggarnya. Kembali persoalan LGBT ini menemui jalan buntu. Inilah yang menjadi alasan DPP API mengusulkan adanya UU khusus yang mengatur pelarangan dan penyebaran LGBT. DPP API meyakini upaya menangkal kampanye LGBT harus kuat lebih dulu baru kemudian merambah pemidanaan perilakunya. Sehingga LGBT bisa musnah dari bumi Indonesia.
Kian meluasnya kampanye normalisasi tindakan LGBT membuat sejumlah daerah resah. Rancangan peraturan daerah (Raperda) guna menangani hal itu mulai diusulkan. Salah satunya Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang menilai perda LGBT menjadi wacana yang dapat dibahas mendatang. Usulan raperda harus masuk ke dalam program legislatif daerah (prolegda). Sedangkan DPRD Kota Bandung mewacanakan penyusunan Raperda tentang pencegahan dan larangan (LGBT) setelah mendapatkan aspirasi dari kelompok masyarakat tentang pencegahan LGBT.
Sistem Sekuler Tak Toleransi Sistem Islam
Pelarangan LGBT di Indonesia menghadapi banyak tantangan khususnya dari para pegiat HAM, terlebih paska pengesahan KUHP yang baru, yang tidak secara tegas melarang LGBT. Inilah buah pemikiran sekuler yang diemban oleh negara. Sesuatu yang jelas diharamkan oleh agama (Islam) tak bisa dengan mudah dilarang oleh negara, apalagi ketika ada arus global legalisasi LGBT atas dasar hak asasi dan hak seksual reproduksi. Dimana jelas-jelas, sekularisme tak akan pernah kompromi bahkan toleransi dengan apa yang diusung oleh pejuang Islam, agar LGBT benar-benar diharamkan di negeri kaum Muslimin ini.
Parahnya, hukum yang masih berpeluang bisa memidanakan LGBT adalah norma agama dan adat istiadat, bukan agama itu sendiri, sebab norma agama hanyalah pandangan positif terhadap suatu agama, bukan aturan agama yang sebenarnya, sehingga boleh dikatakan, agama Islam, yang memuat peraturan hidup yang sempurna kalah tinggi dibanding norma agama dan adat istiadat. Bukankah ini juga bukti betapa akut sekulerisme di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam?
Tak dipungkiri, inilah jalan panjang para pendukung perilaku keji dan kelewat batas. Mereka terus merangsek memperjuangkan nafsu syahwat mereka tanpa pernah peduli dampaknya bagi generasi maupun generasi. Bahkan dengan jelas mereka sudah meminta para pembuat kebijakan dan pemilik modal untuk memuluskan jalan mereka meraih dunia yang mereka impikan yaitu kebebasan tanpa batas bertameng Hak Asasi Manusia (HAM) yang lagi-lagi juga produk manusia.
Setelah dampak buruk yang tak receh, masih saja mencari solusi tambal sulam. Sampai kapan kita berharap pada sistem sekuler ini? Hukum buatan manusia selamanya tak akan bisa menciptakan keadilan dan rasa aman. Sebab manusia hanyalah makluk yang memiliki keterbatasan. Untuk satu maslahat saja setiap kepala berbeda dalam mengartikan. Dan sesungguhnya kita hanya membuang energi dan waktu, hal yang sudah jelas haram hukumnya dalam sistem kapitalisme masih diotak-atik dicari celah kemanfaatannya, barangkali masih bisa ditangguk keuntungan materi di dalamnya. Astaghfirullah.