Lihat ke Halaman Asli

Rut Sri Wahyuningsih

Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Kapitalisme, Perjuangan atau Eksploitasi Jalan Meniti Popularitas?

Diperbarui: 14 Januari 2023   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: desain pribadi

Netizen merasa khawatir telah terjadi eksploitasi anak yang belum genap setahun usianya, meskipun ini adalah anak kandung dari seorang selebriti sekaligus youtuber Indonesia yang sudah memiliki follower 30 juta lebih. Berawal dari video yang beredar di Instagram sang youtuber yang mengajak anaknya bermain jet ski dan ATV.  Banyak yang komentar, perbuatan itu  sangat berbahaya untuk anak usia 5 bulan. Apalagi bayi seusia itu belum mengerti dengan permainan yang diajak oleh kedua orangtuanya itu.

Sedangkan kedua permainan yang dimainkan oleh youtuber itu bukan mainan anak-anak atau setidaknya yang bernilai edukasi, dimana keduanya memiliki aturan main yang tidak sembarangan, salah-salah malah kecelakaan yang terjadi jika meremehkan. Sebetulnya, tindakan orangtua yang membahayakan di negeri ini tak sedikit, bak fenomena gunung es, yang tampak di luar hanya kerucut kecil puncaknya, sementara di bawah kakinya tertancap di dasar samudra yang dalam. Juga tak hanya menampilkan anak selebriti namun hingga rakyat jelata.

Sebagai contoh, pengemis di pinggir jalan yang sering terlihat menggendong bayi yang tengah tertidur, anak-anak yang berkeliaran di lampu merah di terminal bus untuk berdagang asongan atau koran, padahal usia mereka adalah usia sekolah, atau ibu-ibu sosialita yang bangga anaknya bisa menjadi idol di ajang-ajang pencarian bakat dan lainnya. Dalihnya untuk mengembangkan potensi anak. Dan ada yang berkata anaknya sendiri yang minta untuk ikut, sejatinya bukankah anak adalah bentukan orangtua, baik sifat ataupun perilakunya?

Tak peduli apakah anak melanggar syariat dengan harus buka aurat dan berbaur bebas laki-laki dan perempuan. Dan lainnya, semuanya sebenarnya demi sebuah eksistensi yang hari ini mahal harganya. Manusia memiliki value hanya jika ia bisa menghasilkan materi dan ketenaran. Padahal, itulah jalan yang berat, sebab, ketika sudah menjadi idola, artinya eksistensinya sudah dihargai manusia, maka otomatis seseorang itu tak akan lagi bebas, kecuali terus menuruti protokol produser maupun orang yang menerbitkan agar terus sesuai dengan keinginan para follower.

Di sinilah sisi ekonomi berdaulat atas nama ekonomi kreatif, padahal secara fitrah manusia tidak mungkin akan 24 jam utuh bisa menampilkan kesan yang sama kepada pengikutnya kecuali berjalan pada tindakan eksploitasi. Menggeser jauh standar perbuatan seseorang dalam Islam, bahwa kebahagiaan dan kesuksesan adalah menggapai Rida Allah SWT.

Popularitas telah menjadi salah satu tujuan yang ingin diraih dalam kehidupan sekarang. Mirisnya popularitas membuat seseorang abai akan hal-hal yang harus dijaga, bahkan keselamatan anaknya sendiri yang masih bayi. Dorongan eksistensi diri bisa menjadi hal yang membahayakan keselamatan. Arus kehidupan justru dikuasai hal ini.

Sistem kapitalisme demokrasi hari ini justru menjadikan ketenaran sebagai pundi-pundi keuangan, meski di dalamnya ada eksploitasi anak atau pihak-pihak yang lemah. Semakin banyak konten yang dihasilkan dan bernilai jual atau menunjukkan kekaguman, gaya hidup hedonisme dan bebas tanpa batas maka semakin banyak followers dan artinya monetisasinya akan lebih besar.

Tak heran, hari ini profesi youtuber atau konten kreator menjadi pilihan banyak kaum muda. Peralihan dunia manual ke digital dianggap lebih memberikan harapan, di tengah kesulitan hidup dan tingginya biaya hidup. Tak penting sekolah tinggi, hanya butuh kreatifitas tingkat tinggi. Bagi pedagang atau pebisnis pun tak butuh lapak atau lahan, teknologi artificial intelegent ( AI) sudah bisa mewujudkan kebutuhan itu secara virtual, lebih murah dan harga terjangkau. Manusia dikuasai teknologi bukan sebaliknya, bahwa kemajuan teknologi adalah dalam rangka membantu kehidupan manusia lebih baik.

Hal ini jelas melenceng dari tujuan membina rumah tangga dan keluarga, sebab keluarga adalah institusi terkecil dalam masyarakat untuk mewujudkan generasi penerus perjuangan bangsa dan negara. Di tangan anak-anak inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Terlebih lagi, anak adalah aset dan amanah. Yang butuh penjagaan serius, strategis agar kelak mampu secara mandiri menjalani hidupnya dan mampu memberikan kontribusi dunia akhirat.

Bukankah doa anak yang shalih adalah salah satu yang menjadi amal anak Adam yang diterima Allah saat seseorang meninggal dunia selain ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah? Lantas ,bagaimana pandangan Islam tentang pengasuhan anak ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline