Lihat ke Halaman Asli

Rut Sri Wahyuningsih

Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Orangtua Bukan Tempat Hitung Untung Rugi

Diperbarui: 18 Maret 2022   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: IG oemar_mita/wowfact.id

Sungguh sangat prihatin jika melihat berbagai cerita di sekitar kita. Tak pernah sepi dari konflik anak dan orangtua. Terlebih jika orangtua sudah lanjut dan sakit-sakitan. Anak mulai perhitungan siapa yang merawat, beli obat, temani kontrol, dan lain sebagainya. Mereka lupa, berapa lama mereka dalam pengasuhan orangtua, bukankah setiap anak tak langsung tumbuh dewasa dan sukses?

Anak yang benar-benar berbakti perbandingannya sangatlah sedikit di dunia ini. Mungkin kita sudah digetarkan dengan kisah fenomenal di zaman Nabi saw masih hidup, yaitu Uwais Al-Qarni. Tetangganya heran melihat Uwais rajin menggendong anak lembu yang baru saja dibelinya, naik turun bukit, tak tanggung-tanggung, anak lembu dipanggung di pundaknya. Kebiasaan aneh itu berjalan berbulan-bulan, Uwais tak pernah menghiraukan apapun perkataan tetangganya. 

Hingga anak lembu itu tumbuh menjadi seekor sapi gemuk, Uwais tetap memanggulnya naik turun bukit, hingga suatu saat ia menjual sapinya dan tahulah tetangganya, semua yang dilakukan Uwais adalah agar ia bisa menunaikan ibadah haji, sesuatu yang sangat diharapkan ibunya. Namun karena ibunya buta dan sudah tua, maka Uwais memutuskan menempuh perjalanan hajinya dengan menggendong ibunya. 

Masyaallah, sebuah bentuk cinta yang amat sangat diridhai Allah SWT hingga Nabi menyarankan para sahabatnya untuk segera menemui Uwais al- Qarni untuk memetik hikmah darinya. Cinta kepada orangtua juga diperintahkan Rasulullah kepada seseorang yang bertanya siapa yang didahulukan dalam berbakti?

Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: "Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?' Rasul pun menjawab: 'Ibumu'. 'Lalu siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi', 'Ibumu'. 'Siapa lagi', 'Ayahmu'."

Dalam kitab Fath al-Bari karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, beliau menjelaskan disebutnya nama ibu sebanyak tiga kali karena umumnya ibu telah melewati tiga kesulitan dalam hidup. Antara lain ketika mengandung, melahirkan, hingga menyusui. Maka, terlepas dari fakta ada kesalahan saat seorang ibu mengasuh anaknya, bisa jadi itu sebuah kekhilafan, namun pantaskah kemudian anak menuntut sesuatu yang tak mungkin dikembalikan? Kemudian perhitungan dengan apa yang seharusnya seorang anak berikan kepada orangtua terutama ibunya? 

Masa lalu tak mungkin dikembalikan, sebab waktu terus berjalan. Sekalipun sama nama harinya namun jelas berbeda peristiwa yang mengiringinya. Maka, berapa lama usia seorang manusia termasuk ibu dan ayah kita?

Alangkah bijaksananya jika berdamai dengan sebuah kesalahan, bukan karena kelemahan, namun justru itulah keadaan terkuat, sebab semua hal yang kita tak mampu tanggung kita kembalikan kepada pengaturan Allah SWT Sang Pemegang keteraturan. 

Bagaimanapun, seorang ibu adalah manusia biasa, yang belajar menjadi orangtua, salah benar adalah relatif, maka memang seharusnya menjadi seorang ibu harus cerdas ilmu dunia dan akhirat, agar ia bisa mendidik anak-anaknya lebih baik. Jika hal itu tidak bisa tercapai karena banyak faktor tidak lantas kita mengadilinya dan membuat sisa usianya dalam kesedihan, bak air susu di balas air tuba. 

Allah Saw tak ada hijab (penutup) antara doa ibu yang teraniaya anaknya dengan Allah SWT sendiri, maka doanya, senyumnya, perkataannya adalah Rahmat dana keberkahan bagi kita. Dengannya kita pun mendapatkan keridhaan Allah SWT tanpa hijab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline