Sebuah negara akan kuat, salah satunya jika memiliki ketahanan pangan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah kita agar terwujud ketahanan pangan. Salah satunya adalah kemandirian pangan. Hal ini sebagaimana pernyataan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menyoroti pentingnya kemandirian pangan.
Pernyataan itu Suryatman sampaikan dalam simposium bertajuk "Wujudkan Ketahanan Pangan, Desa dan Masyarakat Harus Bagaimana", yang diadakan dalam rangka peringatan Hari Desa Nasional Tahun 2025 di GOR Desa Cibeureum Kulon, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Selasa (Bandung24jam.co.id, 14-1-2025).
Simposium ini menghadirkan empat pembicara, selain Sekda Herman Suryatman, yakni akademisi Rocky Gerung, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri La Ode Ahmad P. Bolombo, serta petani organik milenial Maya Stolastika.
Suryatman senada dengan Rocky Gerung, bahwa ketahanan pangan dapat dimulai dari langkah sederhana, seperti menanam cabai rawit di halaman rumah. Dari 12 komoditas pangan utama di Jawa Barat, delapan di antaranya mengalami surplus, sedangkan empat lainnya defisit, termasuk cabai rawit. Produksi cabai rawit di Jabar 35.000 ton, sedangkan kebutuhan mencapai 42.000 ton pertahun.
Suryatman menegaskan harus ada perubahan mental masyarakat dalam memanfaatkan lahan yang tersedia, meski itu hanya halaman rumah. Jika setiap rumah tangga di desa menanam cabai rawit, potensi penghematan yang dapat dicapai sangat signifikan. Selama ini Pemda Jabar mengeluarkan sekitar Rp329 miliar per tahun hanya untuk memenuhi kebutuhan cabai rawit
Dengan asumsi setiap desa memiliki 1.000 kepala keluarga, konsumsi cabai rawit per bulan mencapai Rp150 juta. Jika dikalikan 12 bulan, dalam satu tahun sebuah desa bisa menghemat sekitar Rp1,8 miliar. Dengan total desa di Jawa Barat berjumlah 5.311, akan bisa ditabung hingga Rp9,5 triliun per tahun. Desa-desa di Jawa Barat harus siap menjadi lokus kedaulatan pangan, mulai dari cabai rawit, pungkas Suryatman..
Pikiran Picik Mengatur Negara
Sungguh mengejutkan apa yang disimpulkan dari simposium itu. Artinya, setiap daerah hanya berpikir tentang dirinya sendiri. Hitungan yang dibuat pun seolah tak ada kecacatan terkait faktor-faktor pendukung terwujudnya ketahanan pangan tersebut. Terkait lahan, bibit, pupuk, alat-alat pertanian dan lain sebagainya. Dan benarkah pemerintah akan dukung 100 persen setiap orang untuk bertanam cabe hingga menghasilkan?
Kebijakan ini masih belum beranjak dari rezim sebelumnya, Puan Maharani, saat menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), ingin menambah anggaran pendapatan daerah untuk program beras untuk rakyat miskin mengatakan agar masyarakat tidak banyak-banyak makan, sedikit berdiet.
Yang terbaru, Ketua DPD RI meminta rakyat Indonesia untuk menyumbang dana agar program Makan Bergizi Gratis tidak melulu menggunakan APBN. Semua terlontar seolah rakyat ini adalah beban dan merekalah yang seharusnya dilayani.