Tanggal 14 Februari identik dengan hari kasih sayang, atau Valentine's day. Banyak pendapat soal asal usul perayaan hari Valentine ini, namun yang lebih lama adalah bahwa hari Valentine berasal dari festival Romawi Lupercalia, yang diadakan pada pertengahan Februari. Festival ini merayakan datangnya musim semi, termasuk upacara kesuburan dan pemasangan undian antara wanita dengan pria.
Hari Valentine di bulan Februari adalah upaya untuk "mengkristenkan" perayaan pagan Lupercalia. Dirayakan pada 15 Februari, Lupercalia adalah festival kesuburan yang didedikasikan untuk Faunus, dewa pertanian Romawi, serta pendiri Romawi Romulus dan Remus. Jelas-jelas budaya ini bukan berasal dari Islam, namun ,di negeri Muslim terbesar ini, Indonesia, perayaan ini tak pernah surut.
Bahkan menjadi ajang zina, sebagai ungkapan berkasih sayang. Sebagaimana yang terjadi di Mojokerto, Jawa Timur. Satpol PP kota Mojokerto berhasil mengamankan 13 pasangan yang berstatus bukan suami istri. Bahkan 3 di antaranya masih berstatus pelajar. Mereka ditangkap dari sejumlah lokasi homestay dan kamar hotel.
"Dari 5 lokasi tersebut, kita mendapati 13 pasangan dalam satu kamar, dan dari data sementara kira-kira ada tiga yang berusia pelajar," ungkapnya seperti dilaporkan Fuad, reporter Maja FM, Selasa (suarasurabaya.net,15/2/2022).
Heryana Dodik Murtono Plt Kepala Satpol PP Kota Mojokerto, mengatakan, Mereka yang terjaring kemudian dibawa ke Kantor Satpol PP Kota Mojokerto untuk dilakukan pendataan dan pembinaan.
Jika diketahui kembali terjaring razia, lanjut Dodik, pihaknya akan memberikan sanksi yang lebih berat. Sementara untuk seorang laki-laki yang sedang menunggu pasangannya lewat aplikasi pesan, juga diperiksa.
Tanpa pemahaman yang benar terkait agama (Islam) membuat masyarakat terjerat dalam gaya hidup yang salah. Menganggap kasih sayang harus diungkapkan dengan berhubungan fisik layaknya suami istri.
Dan hal itu semakin distimulasi dengan berbagai tayangan di televisi, media sosial yang samasekali tak berbatas. Liberal, bebas tanpa ikatan agama. Gaya hidup yang justru bukan berasal dari Islam menjadi acuan, padahal jelas apa sanksi dan hukumnya dalam Islam.
Jangankan diindahkan, dipelajari saja kaum Muslim sekarang lebih memilih mundur, sebab terkooptasi dengan narasi busuk para pengusung moderasi beragama yang mencap mereka yang belajar agama secara mendalam sebagai teroris dan radikalisme.
Ironinya, tak ada pembelaan sedikitpun dari para penguasa, sebab nyatanya mereka pengusung ide moderasi beragama itu sendiri, merekalah orang-orang yang telah tercocok hidungnya dengan kepentingan perut.