Lihat ke Halaman Asli

Jelly NovitaSari

UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Konsep Orientalisme dan Pengaruhnya dalam Budaya Populer

Diperbarui: 15 Desember 2023   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A.Konsep Orientalisme

Orientalisme dapat diartikan, suatu paham, ajaran atau aliran yang mebicarakan hal-hal berkaitan dengan negara-negara dan bangsa-bangsa Timur, dengan segenap aspeknya. Secara geografis dan etnografis, pengertian imur adalah negara-negara dan bangsa-bangsa yang berada dibenua Asia (Asia Barat Daya, Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur) dan Afrika (Afrika Utara, Tengah dan Selatan). Dalam istilah lain disebut juga Timur Tengah, Timur Dekat dan Timur Jauh.

Adapun pengertan Barat, pada awalnya hanyalah untuk negara-negara dan bangsa-bangsa yang berada di kasawan Eropa. Akan tetapi setelah benua Amerika ditemukan oleh ChristopherColumbus pada tahun 1493 dimana setelah itu, bangsa-bansa Eropa bermigrasi besar-besaran ke Amerika. Maka pengertian Barat diperluas dengan negara-negara dan bangsa-bangsa yang ada di benua Amerika.

Orietalisme adalah kajian yang akademis yang dilakukan oleh bangsa Barat yang khafir khususnya dalam kalangan ahlul Kitab tentang Islam dan umat Islam dalam segala aspek, baik mengenai aspek, akidah, syari'at, pengetahuan kebudayaan, sejarah, aturan dan peraturan, hasil bumi dan potensinya.

Dari defenisi yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya konsep dari orientalisme ini adalah mereka ingin menguasai negara Tmur dengan tujuan agar ajaran Islam tidak berkembang, bukan hanya ajaran Islam tetapi mereka semua ingin menguasai dan menghilangkan semua yang berkaitan dengan Islam baik budaya, dan hasil bumi bagian Timur. Karena dimasa itu Negara bagian timur sangat pesat perkembangannya.

 B.Pengaruh Orientalisme Dalam Budaya Populer

Orientalisme merupakan suatu aliran penafsiran yang menjadikan Timur, peradaban-peradabannya, orang-orangnya, dan lokalitas-lokalitas nya sebagai objek interpretasi Menariknya, aliran ini selalu mendapat legitimasi yang besar secara moral. Hal tersebut dapat kita lihat ketika ada penemuan-penemuan "objektif" orientalisme yang berasal dari para cendekiawan (Eropa) yang menyunting teks, menerjemahkan naskah- naskah, mengodifikasi gramatika-gramatika, menulis kamus-kamus. merekonstruksiepos-epos yang telah mati, dan menghasilkan pengetahuan yang bisa diuji secara positivistik, maka penemuan-penemuan tersebut nantinya akan mendapat sejenis pembenaran "ilmiah" dari masyarakat (Eropa).

Timur juga tak jarang disandingkan dengan ungkapan-ungkapan imajiner yang dikonstruksi oleh para penulis Eropa Ungkapan-ungkapan ini kemudian memperoleh legitimasi yang kuat dalam wacana orientalisme Tidak hanya itu, dalam ungkapan-ungkapan tersebut juga terdapat satu lapisan doktrin mengenai Timur Doktrin ini dibentuk dari pengalaman orang-orang Eropa, yang setidak-tidaknya pernah menjumpai aspek-aspek esensial Timur, seperti karakter Timur, despotisme Timur, sensualitas Timur dan sebagainya. 

Munculnya bidang kajian semacam orientalisme ini yang di Timur sendiri tidak ada satu bidang pun yang dapat menandinginya-sebenarnya mengisyaratkan relasi kekuatan antara Timur dan Barat. Tidak sedikit cendekiawan-cendekiawan Eropa (Barat) yang menulis tentang Timur dalam bentuk buku, jurnal, diktat, atau tulisan-tulisan "ilmiah" lain. Merebaknya karya-karya ketimuran ini tentu saja menunjukkan tingkat dan kuantitas interaksi yang sangat dekat antara Barat dan Timur. Meski demikian, jika kita membicarakan relasi kekuatan antara Barat dan Timur, kita tidak mungkin bisa membandingkan gerakan orang-orang Barat ke arah Timur (sejak abad XVIII) dengan gerakan orang-orang Timur ke Barat karena memang dua kekuatan ini nyaris tidak seimbang.

Sebagai aparatus kebudayaan, orientalisme bagi saya merupakan sejenis agresi, kegiatan, penilaian, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu "kebenaran" dan pengetahuan: "Timur diciptakan untuk Barat." Begitulah kira-kira yang selalu dibayangkan oleh para orientalis. Sayangnya, sikap Barat terhadap Timur yang mereka garap ini selalu paternalistik dan arogan kecuali bila mereka berurusan dengan hal-hal yang kuno dan antik. Timur klasik pada akhirnya hanya memberikan manfaat bagi mereka, orang-orang Barat, dan bukan bagi manusia Timur yang malang.

Ketidakseimbangan antara Timur dan Barat semacam ini jelas merupakan akibat dari pola sejarah yang selalu berubah. Selama kejayaan politik dan militernya sejak abad VIII hingga abad XVI, Islam memang menjadi "raksasa" yang mendominasi kawasan-kawasan di dunia, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan, pada masa-masa itu, Islam menjadi kekuatan yang sangat menakutkan bagi Barat. Namun, tak lama setelah itu, proses kekuasaan mulai bergeser dari Timur ke Barat. Dan kini, di akhir abad XX, tampaknya poros kekuasaan tersebut tengah mengarah kembali ke Timur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline