Lihat ke Halaman Asli

Ketika Pewarta Timses Coba Kuras Perasaan Pemilih dengan Sastra Ambyar

Diperbarui: 30 September 2024   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika Berita Kampanye Pilkada Ditulis Pewarta Timses Dengan Gaya Sastra dan Cerpen Ambyar.

Sah-sah saja apabila pewarta menuliskan "lebih" tentang salah satu calon pasangan dalam Pilkada dimedia berita, asalkan tentu saja berasal dari "potret" yang memang terjadi.

Perlu diketahui, tidak semua web yang mengatasnamakan media berkualifikasi media berita. Bila berkunjung ke webnya lalu kita klik tulisan "redaksi" di fitur webnya, bila tidak muncul nama-nama susunan redaksi perusahaan medianya beserta bukti legalitas hukum perusahaan, berarti itu media jadi-jadian.

Media yang benar pasti ada susunan redaksinya, pemberitahuan bukti legalitas hukum dan kalau mau yang lebih sempurna lagi ada nomor terverifikasi Dewan Pers. Terkecuali media-media besar yang sudah dikenal luas, kadang mereka tidak merasa perlu lagi mencantumkan.

Namun bisa jadi juga medianya tadi tidak mencantumkan karena masih baru sehingga masih membutuhkan susunan pengurus di redaksi mereka. Ini tidak termasuk yang kami maksudkan tadi.

Ada media yang bisa bikin mereka para penulis dan pewarta literasi jadi geli, yaitu apabila penulis beritanya mencoba menulis yang sangat atraktif, bombastis atau penuh dengan akrobatik sastra mengenai satu calon Pilkada.

Jadilah beritanya korban dari penempatan kata dan bahasa yang ambyar, karena memaksakan diri ingin laksana sang penulis roman ala novel yang mungkin pernah dia baca.

Ada yang menulis, "Isak tangis diantara ratusan warga yang sudah lama menunggu blusukan Pak Cabub itu..".

Iya kalau tokohnya setaraf pahlawan yang memang aura dan jejak hidupnya menguras perasaan, atau artis sangat terkenal yang sedang mengulurkan tangan dalam tugas sosial. Tapi calon yang dijagokannya tadi rasa-rasanya tidak ada potongan untuk di isak tangis.

Tahapan kampanye yang cuma beberapa bulan, apalagi tidak pernah terjadi hubungan emosional sebelumnya dengan sang calon, tidak cukup untuk mendatangkan kepercayaan yang dapat menggugah cucuran air mata seseorang. Artinya hanya mengada-ada.

Ada juga ditulis, "suhu politik yang kian memanas saat ini". Padahal warga didaerahnya enjoy-enjoy saja, tidak menunjukan panas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline