Lihat ke Halaman Asli

Dunia Jurnalistik Ada Juga Lucu-Lucunya

Diperbarui: 16 Agustus 2024   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dari perlombaan senioritas, lomba atribut busana berhambur logo organisasi sampai problem talenta linguistik

Disela-sela meliput kegiatan pemerintah, tiba-tiba datang seorang dengan perawakan agak tinggi dengan tulisan besar di punggungnya, singkatan salah satu induk organisasi wartawan Indonesia terkemuka. Dengan gaya acuh tak acuh dan enggan menyapa wartawan lain, rupanya dia wartawan yang sudah senior. 

Perlu di ingat, cerita muqaddimah ini bukan di kota besar semegah kota metropolitan. Kisah ini berada disebuah kota yang dikelilingi hutan belantara di Borneo sana.

Tanya punya tanya, ternyata sang senior tadi mendapat "seragam kebesaran wartawannya" dari bantuan penegak hukum atau aparat didaerahnya yang bagi-bagi baju seragam wartawan untuk para jurnalis. Diluar pembicaraan kita soal mempertahankan independensi.

Ya sudah, kita lewati saja cerita menggelitik sebagai pemanasan untuk pembukaan artikel ini.

Sebagaimana profesi yang lain, profesi pewarta sama, juga dikerjakan oleh mahluk yang namanya "manusia". Pastinya yang namanya pekerjaan tujuannya untuk mendapatkan penghasilan.

Sebuah pabrik, untuk kepentingan industrinya, perusahaan butuh manusia yang cakap mengoperasikan mesin-mesin produksi mereka. Sama juga dengan perusahaan media, tentu butuh manusia yang terampil dalam menuangkan hasil analisis atau observasinya ke dalam bentuk tulisan. Berita.

Manusia dianugerahkan bakat bawaannya masing-masing. Berdasar sumber "Dunia Perpustakaan.Com tahun 2022", manusia disebut memiliki 9 jenis kecerdasan. Tentang ini bisa juga dirujuk ke klikdokter.com yang membahas psikologi manusia. Jadi manusia sudah ada "lapak" kecerdasannya masing-masing.

Dari sembilan kecerdasan manusia yang terdapat di daftar sumber tadi. Untuk profesi pewarta atau wartawan, yang dibutuhkan jelas adalah "kecerdasan linguistik". Kecerdasan dalam berbicara, suka membaca (kutu buku) dan menulis.

Maka bisa celaka dua belas, bila profesi yang semestinya untuk manusia bertalenta linguistik, dipegang oleh manusia yang jauh dari bakat tersebut. Dunia hidupnya pun sangat jauh bagai langit dan bumi dari dunia pustaka. Tidak ada pembawaan suka baca buku atau tulis menulis di karakter person orangnya. Jadi biarpun sudah UKW, maaf, rasanya kalau manusianya bukan mahluk literasi ya tetap saja. Akan cuma legalitas dan syarat administratif.

Karena itu bisa timbul produk yang katanya produk jurnalistik, tapi tata penulisannya dinilai netizen terlalu berantakan, kaku dan tidak kreatif. Monoton. (seperti penulis sendiri). Berita tulisannya yang kita baca hari ini kita rasakan seperti beritanya kemaren juga. Ya begitu-begitu saja. Menyebut tempat, kutip kata sambutan, kutip laporan, siapa yang hadir disitu, sudah, esok begitu lagi. Kita seperti membaca berita yang sama di edisi berikutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline