Lihat ke Halaman Asli

Abdul Razaq Al amin ode

Sastra dengan perlawanannya

Menangkal Rasisme yang Menjadi Kemunduran Berpikir Anak Bangsa

Diperbarui: 6 Mei 2021   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang terlintas dalam benak pembaca ketika melihat suatu statement atau kalimat yang mengatakan hitam, keriting, mata menyala?

Saya yakin ketika kalimat ini terpampang dalam suatu berita ataupun narasi di media sosial, teman-teman pembaca pasti sudah bisa menerka bahwasanya ini adalah partikel dari ciri khas melanesia atau masyarakat Indonesia timur. Bisa dikatakan tebakan ini benar, dan juga bisa dikatakan keliru. Mengapa bisa keliru? Jawabannya sederhana, bisa saja yang di maksudkan oleh penulis adalah ciri khas dari masyarakat yang mendiami sebagian pulau di benua Afrika. Ya, saya pikir kita bisa melihat adanya kemiripan dari segi ciri khas tersebut.

Namun kali ini, Saya lebih menekankan bahwa ciri khas suatu suku bukanlah sebuah alat untuk dijadikan bahan candaan, perbandingan, dan bentuk diskriminasi.

Dewasa ini kita banyak menemukan kasus-kasus terkait diskriminasi ciri khas suatu suku bangsa, dimana kadang ciri khas tersebut di jadikan bahan candaan. Dan yang paling dominan terjadi adalah tentang perbandingan warna kulit, serta beberapa partikel lain yang menjadikan suku yang satu dengan lain berbeda. Jika masyarakat yang  di ikat dalam satu tata administrasi yang kompleks, yang kemudian kita sebut sebagai negara masih membeda-bedakan masalah ras serta etnis, maka saya yakin ada yang salah dari cara berpikir masyarakat tersebut. Begini, berbicara tentang kemanusiaan, berarti kita membahas terkait bagaimana kita menyikapi perbedaan, toh pada hakikatnya manusia di ciptakan dalam bentuk yang berbeda-beda dengan ciri khas masing-masing agar dapat saling mengenali satu sama lain. Namun lagi-lagi perbedaan itu yang selalu menjadi masalah yang paling mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengukur kemanusiaan hanya berdasarkan warna kulit, kerangka kepala, ataupun bentuk wajahnya adalah suatu kedangkalan berpikir yang paling dalam. Beberapa waktu lalu, kita kembali menemukan kasus yang menyinggung masalah etnis tersebut.  Dan anehnya kasus-kasus seperti ini kadang lenyap begitu saja, meskipun sebagian ada yang berakhir dengan permohonan maaf. Apakah sesederhana itu menyikapi kesesatan berpikir atau rusaknya akal sehat anak bangsa? Lenyap begitu saja? Tidak!

Negara Indonesia telah mengatur itu dalam UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Tahun 2008 pasal 16 yang berbunyi bahwa setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan rasa benci berdasarkan diskriminasi ras dan etnis terancam hukuman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda Rp 500 juta

Jadi pada kesimpulannya, Negara telah mengatur undang-undang mengenai tindakan diskriminasi atas ras dan etnis, namun pada prakteknya masih ditemukan banyak kasus seperti ini. Apabila permasalahan etnis ini yang selalu memandang dari warna kulit, maka sudah bisa dipastikan cara berpikir anak bangsa kini mengalami kemunduran yang sangat drastis.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline