Lihat ke Halaman Asli

Jejen Jaenudin

penulis pemula

Antara Ngopi dan Revolusi

Diperbarui: 1 Januari 2022   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pergolakan sejarah dapat terjadi hanya dari segelas kopi. "Ngopi" yang kita pahami saat ini adalah rutinitas biasa yang dilakukan untuk mengisi waktu luang atau untuk bersantai, entah sendiri dan bersama rekan-rekan. Namun yang sangat menarik bukan tentang rasa kopi dan aromanya yang menawan, tetapi tentang bagaimana diskusi-diskusi kecil bisa terjadi karena "Ngopi" entah itu di kedai kopi/kafe atau juga di teras rumah.

Sebelum melanjutkan, apakah saudara sudah ngopi hari ini?

Diskusi-diskusi inilah yang akan melahirkan sebuah ide atau gagasan, namun tak jarang juga dapat melahirkan isu-isu kosong, gosip-gosip murahan dan tentang bagaimana hal-hal yang terjadi tentang kehidupan rumah tangga orang lain. Ide dan gagasan inilah yang akan melahirkan sebuah sejarah atau sekedar membantu intelektualitas kita bisa bertambah, karena terjadi tukar pikiran dan pendapat.

Lalu bagaimana segelas kopi mampu melahirkan sebuah revolusi atau bahkan meruntuhkan sebuah rezim/kerajaan?

Revolusi ini berawal dari jalanan kota Paris, ada sebuah kedai kopi yang bernama "Le Proco" yang didirikan oleh seorang yang bernama Francesco Procopio De Coltelli berkebangsaan Italia pada tahun 1686 M. Mulai terjadi kebiasaan baru bagi warga Paris dengan meminum kopi di luar atau di jalanan kota Paris. Di Eropa umumnya kopi digunakan hanya sebagai bahan medis, namun semua berubah menjadi minuman biasa yang bahkan dapat menyaingi wine.

Kemudian kedai-kedai kopi mulai bermunculan, minuman kopi bukan hanya sekedar minuman biasa lagi saat itu, melainkan minuman yang dapat memberikan energy positif ketika orang-orang pulang kerja karena kelelahan baik pikiran dan fisik mereka. Kebiasaan ini semakin mengakar kuat dikalangan pekerja. Mereka memulai diskusi dari lelahnya pekerjaan dan lambat laun juga menceritakan keluh kesah kehidupan perpolitikan di Prancis. Hari demi hari, dari kedai ke kedai lainnya terjadi diskusi yang semakin serius dan pemikiran kolektif tentang penindasan yang terus terjadi, ditambah dengan semangat aufklarung dan romantisme, terhimpunlah kelompok-kelompok kecil dan membentuk sebuah organisasi dan aksi.

Lahirlah sebuah organisasi yang pertama sebagai motor dari lahirnya sebuah Revolusi, yaitu kelompok yang diberi nama Club Des Jacobin atau kelompok Jakob. Namun juga terdapat nama-nama besar seperti seorang filusif terkenal yaitu Voltaire. Voltaire meminum kopi sampai 40 gelas per hari, kebiasaan ini melahirkan sebuah ide demokrasi modern yang dapat merubah Prancis. Bukan hanya Voltaire, Montesquieu juga mampu melahirkan ide-ide demokrasi modern, pasalnya pemikiran revolusionernya tentang pembagian sistem pemerintahan telah merombak dan meruntuhkan sistem monarki feodal yang telah diterapkan di Prancis sejak berabad-abad silam.

Inilah peran kopi yang warnanya hitam dan beraroma menawan, mampu merubah arah sebuah Negara, dan memikat para penikmatnya untuk saling bertukar pendapat dan pengetahuan. Bukan tidak mungkin juga, sebenarnya dibalik dari revolusi-revolusi atau apapun itu, kopi selalu hadir untuk membuka sebuah pembicaraan, yang dapat melahikan sebuah ide, gagasan ataupun gosip murahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline