Lihat ke Halaman Asli

JEJAK TABIK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Nasib SMA Muhammadiyah di Wakatobi yang Terbengkalai

Diperbarui: 8 Juli 2023   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SMA Muhammadiyah 1 Nelayan Bhakti (Dok. Pribadi)

Tapak Pengabdi Khatulistiwa (TABIK) telah menerjunkan tim observer di Desa Mola Nelayan Bhakti, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Waktobi, Sulawesi Tenggara. Tim  ini berasal dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogygakarta (UMY) yang tergabung dalam komunitas TABIK UMY.

Desa Mola Nelayan Bhakti, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara merupakan desa yang menjadi lokasi tujuan pengabdian yang akan dilaksanakan oleh komunitas pengabdian TABIK UMY. Tim observer TABIK UMY telah melakukan observasi pada Senin (28/2/23). Salah satu objek observasi adalah SMA Muhammadiyah 1 Nelayan Bhakti

Tim observer telah mengunjungi SMA Muhammadiyyah 1 Nelayan Bhakti yang berdiri persis di atas laut. Hal ini membuat keunikan tersendiri dari sekolah ini. Kami sempat keheranan dengan sekolah yang berada di atas laut ini. "Karena sekolah ini berada di atas laut, maka kami gunakan kapal atau gabus apung saat upacara berlangsung." Ujar Bu Ayu, salah satu guru honorer di SMA tersebut. Bu Ayu juga menerangkan bahwa hal tersebut sudah jarang dilakukan karena tenaga pendidik dan siswa di Desa tersebut mulai sedikit yang menyebabkan tidak efektifnya Kegiatan Belajar Mengajar.

Sekolah ini hanya terdiri dari 3 kelas dan hanyya ada 1 jurusan saja yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial yang terbagi menjadi kelas 1,2, dan 3. Tim observer TABIK UMY melihat bangunan sekolah ini masih dianggap layak dengan tidak adanya skat antara satu kelas dengan kelas lainya. 

"Banyak anak yang memilih tidak bersekolahh karena lebih memilih benelayan karena di anggap lebih berpenghasilan." Ujar Pak Derdi, Kepala Desa Mola Nelayan Bhakti. Pak Derdi menambahkan bahwa penyebab lain lemahnya pendidikan di Desa tersebut adalah orangtua mereka juga banyak yang tidak bersekolah dan memilih bernelayan.

Penulis : Andriann Hirji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline