Lihat ke Halaman Asli

Bukit Lawang vs Machu Pichu

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"The chair is available?" Seorang laki-laki dengan 2 tas ransel besar menanyakan bangku kosong di sebelah gue.

"Yeah please take a seat." Diapun duduk sambil naruh tas-tas besar di samping bangku.

Dengan modal tas dan tampang gini, gue yakin ni orang traveller beneran. Soalnya kalau traveller biasa paling bawa tas ransel satu atau yang agak malas pake tas trolly  yang bisa diransel juga. Nah kalau yang ini ada embel-embel "beneran". Tas gunung super gede 2 biji ditambah bau apek khas ga mandi seminggu.

Di bandara LCCT KL ini banyak banget model-model traveller berlalu lalang. Mulai dari yang beneran kayak orang ini, ada juga yang ala koper. Banyak juga yang berombngan dengan guide di depan ngacungin payung. Bahasanya juga macem-macem. Malaysia, Indonesia, Philipinna, Vietnam, Thailand. Bule-bule juga ga kalah banyak. Kalau yang satu ini entah kenapa gue yakin orang Indonesia.

"Jalan-jalan kemana Mas?". Kalau bukan orang Indonesia paling juga bengong. Ehh..

"Saya baru mendarat dari Amsterdam hari ini". Tu kan.

"Oh iya ini Juni. Di Belanda lagi musim tulip ya". Seperti biasa gue sok tahu.

"Nggak di Amsterdam cuman transit. Saya berangkat dari Machu Pichu 2 hari yang lalu".

"Machu Pichu? Peru?". Wow. Dari wajahnya yang capek dan baunya yang apek gue percaya. "Wah keren tu. Saya juga pengen banget ke sana. Sayang belum kesampean, ga kebeli tiketnya. Mas berapa lama di sana?"

"Lumayan lama sih 2 bulan".

"What? Ngapain aja 2 bulan di sana Mas?". Wah kalau ini bukan traveller beneran lagi tapi traveller nekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline