Lihat ke Halaman Asli

Trauma sama Anjing

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian banyak orang, anjing merupakan hewan mengemaskan dengan berbagai jenisnya serta beragam warna. Tapi menurutku pribadi, anjing merupakan hewan yang sudah membantuku menciptakan kisah kelam ketika masih kecil dulu. Sebab musababnya begini, mungkin sebelum menceritakan kisah ini (kisah memilukan dan memalukan). Aku sempat terpikir untuk memilihara anjing ketika masih kecil dulu, apa lagi anak anjing cukup mengemaskan tapi aku mengurungkan niat itu penyebabnya pastilah orang tua tidak mengizinkan yang lebih penting lagi pastilah tidak ada anjing yang sudi aku pelihara.

Kisah memilukan dan memalukan itu berawal dari sini. Pertama kisah itu berawal ketika aku dan teman-teman ingin mandi di sungai, kebetulan letak sungai itu jauh di dekat hutan lebih kebetulannya lagi di perjalanan menuju ke sungai ada rumah yang memilihara anjing, anjingnya pun terkenal galak, bisa dikatakan itu premannya anjing di daerah tersebut, yah di katakan premannya anjing, karena anjingnya pake kalung sebesar rantai, ada tindiknya di telingga, terus matanya merah mirip preman pasar lagi mabok, ada tato di lehernya sampai jempol kaki, untungnya giginya tidak pake kawat.

Nah, suatu ketika aku dan temen-temen yang super keren, berwajah kusam berambut gersang itu melintas di rumah yang di jaga anjing preman. Tentu selama perjalanan jantungku cenat cenut (tapi nggak pake ngedance). Tiba-tiba anjing itu dateng with majikannya, kami yang ketakutan nggak langsung lari tapi berlindung di belakang anjing itu (upss...salah) maksudnya berlindung di belakang majikan anjing, minta perlindunganlah. Anjing yang sudah mabok akibat mengkonsumsi minuman oplosan itu terus memburu kami, kami pun menghindar akhirnya kami muter-muter di belakang tubuh majikan anjing, tepatnya mirip komedi putar di pasar malam.

Karena nggak berhenti-henti muter, sedetik kemudian aku melihat peluang untuk memisahkan diri dari teman-teman (cari selamat sendiri). Aku lari begitu saja, apa yang terjadi, si anjing mabok setengah sadar itu mengejarku, kami adu sprin, mungkin jika melihat kecepatan lariku saat itu aku optimis bisa mengalahkan pelari tercepat dunia asal Jamaika. Aku berlari dengan kecemasan penuh tak mengingat apa-apa lagi, yang di ingat hanyalah emak. Maka aku berteriak sambil berlari "Emaakkk...emaakkk..." keajaiban pun terjadi, Anjing itu berhenti mengejarku, ia kembali pada majikannya. Aku lega tapi air mataku tak berhenti keluar, teman-teman mentertawakanku di kejauhan. Hiks.

Trauma kedua, lagi-lagi ketika aku dan teman-teman ingin mandi di sungai, tapi letak sungai ini tidak terlalu jauh dengan letak sungai yang pertama. Di dekat sungai itu ada rumah milik Le Karsono, di rumahnya ada dua anjing muda yang nggak kalah galaknya, tapi anjing ini lebih kelihat bersih mungkin meraka hanya sedikit di latih agar galak. Pada saat itu kami baru saja pulang dari sungai melintasi rumah le Karsono, tiba-tiba anjing itu melihat pergerakan kami yang sedikit mengendap-engap di antar rerimbun ilalang. Dua anjing itu seketika mengejar kami, karena yang di kejar cukup banyak jadi aku tak terlalu cemas. Di persimpangan kami terpecah menjadi dua bagian, ada yang lari ke kiri dan ada yang lari ke kanan, mungkin ini bagian dari siasat kami agar memecahkan konsentrasi si anjing, tapi kami lupa kalau jumlah anjing itu ada dua.

Trauma ketiga, ini kejadian saat aku masih SD, waktu itu aku dan temanku si Adi (red ; bukan nama samaran) ingin main kerumah teman bernama si Angga. Nah dirumah temanku itu ada si Anjing. Seingatku kejadiannya ketika aku dan Adi sudah sampai dirumah Angga, ternyata si Angga tidak ada di rumah, katanya dia sedang berada di kebun bersama kakaknya dan tentunya bersama si anjing. Cukup lama kami menunggu Angga pulang di bawah pohon nangka waktu itu, Angga datang bersama kakaknya naik roli. Kami yang sudah nunggu lama akhirnya cengar-cengir. Tapi cengar-cengirku palsu, sebab ada anjing yang merubah segalanya. Tak tau persis berawal dari mana tiba-tiba si anjing itu mengejarku, hanya aku yang di kejar sementara Adi nggak, Aku berlari di kejar anjinnya Angga muter-muter roli, kebayangkan. sementara Adi hanya mentertawakanku. Akhir dari permainan yang membuat jantungku bergejolak itu berhenti, aku memutuskan untuk melompat naik ke atas roli, si Angga mengamankan anjingnya.

Trauma keempat, Entah bagaimana bisa tetanggaku tidak memikirkan aku...hehe, ceritanya ada tetanggaku yang memelihara anjing, nama anjingnya sedikit ke-baratan loh, Engki (red; sekali lagi bukan nama samaran) jadi maaf jika nama teman sama dengan nama anjing tetanggaku. Engki berkulit Hitam legam, mungkin dia anjing imigran dari Afrika yang naturalisasi. Kehadiran Engki cukup aku resah, pasalnya rumah tetanggaku itu berada dijalan yang sering aku lalui ketika pergi ke kebun kelapa dan membuang sampah. Aku sering berdebat masalah memilih jalan dengan Almarhum bapakku dulu, baik saat pergi ke kebun kelapa atau buang sampah, bapakku menyuruhku lewat jalan yang ada Engkinya karena lebih cepat, sedangkan aku lebih memilih memutar agak jauh asal nggak ketemu Engki. Engki sendiri cukup galak sebenernya tapi ia hanya melawan di depan pintu rumah majikannya, kalau agak jauh dikit dari rumah ia merupakan anjing penakut, apa lagi melintas di depan rumahku, siap-siap saja dapet hadiah batu melayang. Kalau sama Engki aku sering akur sering juga ribut entahlah kenapa hal itu terjadi. Ketika di rumah tetanggaku itu sedang ada perayaan aku sering main kesana dan kami akur (tapi nggak sampai main gaple atau tidur bareng hehe). Pernah suatu kejadian aku melintas di rumah tetanggu itu, aku berjalan sedikit mengendap-endap melihat dengan penuh waspada, ternyata si Engki sedang tidur pulas, aku bisa sedikit lega, tapi tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya padahal aku tidak menginjak ranting. Ia menghendus kepadaku, aku diam sambil memulai ritual jempol di selipin diantara jari telunjuk dan jari tengah, entah aku juga tak habis pikir dari mana asal muasal ritual itu, kata temenku ya begitu ritual biar anjing nggak ngejer kita padahal ritual itu adalah simbol jorok. Engki ngendus aku diam saja sambil tetap berjalan.

By : Fahry Alamsyah By Cerita Traveling

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline