Lihat ke Halaman Asli

aris moza

menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

Budaya Klarifikasi, "Tabayun"

Diperbarui: 3 Maret 2019   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dulu sekali mungkin sekitar tahun 2011an, aku mengenal kata tabayun dari kajian Mingguan di salah satu masjid raya ditempat aku dilahirkan.
Kajiannya apik, menjelaskan secara tematik, mudah di pahami. Hampir dalam setiap kajian selalu ada kata tabayun, di ulang sampai beberapa kali. 

Ketika menjelaskan persoalan atau tuduhan, kata itu sering muncul untuk ganti klarifikasi bahasa anak kuliahan.

Kecanggihan teknologi memang luarbiasa, membuat semua menginginkan hal instan juga dengan informasi yang diterimanya.

Sayangnya kecepatan informasi kadang tidak dibarengi dengan kecepatan nalar yang dimiliki. Setidaknya ketika menerima berita kebanyakan hanya membaca judul saja. Di perparah lagi ketika para pembuat berita, hanya mengejar rating viewer saja. 

Maka judul di buat sedemikan rupa untuk memancing setiap orang untuk melihatnya. Jadilah kombinasi lengkap, itulah yang membuat diri kita sering alpa untuk mengingat seruan Tabayun.

Kembali kepada kata sakral "Tabayun" croscek atau klarifikasi. Kini kata itu meskipun sering terucap kita sulit mendapatkannya dalam ruang-ruang publik atau media sosial.

Seandainya setiap kita menyadari pentingnya bertabayun. Mungkin kegaduhan yang selama ini selalu muncul dan tenggelam terus berganti tidak akan ada lagi.

Sebab melaratnya nalar kita untuk sejenak menggunakan nurani mencoba berkata dalam hati barang kali bukan seperti ini yang di maksud lalu mencari kebenarannya ke sumber yang aslinya.
Alangkah indahnya, mungkin media sosial yang telah menjadi rumah kedua kita tidak terkotori oleh sumpah serapah, hinaan, cacian yang tentu sangat merugikan diri sendiri.

Setelah beberapa tahun, justru kelompok itu yang dulu sering memberikan kajian dengan Tabayun. Hari ini yang paling gemar membuat statemen tanpa tabayun dulu, bahkan cenderung menggunakan kata-kata provokatif. untuk mengomentari orang atau kelompok yang tidak sepaham dengannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline