Lihat ke Halaman Asli

aris moza

menekuni dunia pendidikan sebab aku percaya dari sanalah mulanya segala keberhasilan itu bermula

Etika Komunikasi

Diperbarui: 29 Januari 2018   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi sangat diperlukan. Kita  sebagai mahluk sosial keseharian kita tidak bisa terlepas berkomunikasi. Sebab dari sanalah asal muasal berbagai interaksi dimulai. Komunikasi tidak hanya berwujud dalam bentuk perbincangan-perbicangan melalui mulut. Karena segala unsur yang ada pada diri seseorang bisa menjadi sarana komunikasi. Semua aktivitas sehari-hari yang dilakukan manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi. Baik dengan seseorang (interpersonal), banyak orang (kelompok), atau bahkan dengan dirinya sendiri (intrapersonal). Meskipun demikian komunikasi dengan mulut saling berbicara menyampaikan sesuatu adalah hal yang paling umum yang kita bisa lakukan sehari-hari.

"Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, yang mengajarinya pandai berbicara. " QS Ar-Rahman ayat 1-4

Kita sebagai manusia, di anugrahi Tuhan pandai berbicara, untuk menyampaikan pesan atau bertukar informasi.  Tetapi Tuhan juga telah  memberikan rambu-rambu pada manusia sebab dari lisan itulah banyak manusia terjerumus kedalam api neraka. "Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya." (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

 Maka dalam berbicara seyogyanya kita harus mengedepankan nilai-nilai etika masyarakat.

"Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun." (Q.S. Al-Baqarah: 263)

Dalam tulisan skripsi yang pernah penulis tulis, tentang akhlak komunikasi. Dalam skripsi itu disebtukan berbagai macam prinsip-prinsip komunikasi. Salah satunya ketika berbicara harus melihat situasi ruang dan waktu. Saat berbicara apalagi ketika berbicra di depan umum, sebagai seorang komunikator harus bisa melihat kondisi dan situasi tempat ia sedang berbicara. Akan aneh bila ketika dalam masjid atau majelis ilmu di isi hujatan caci maki.

Belakangan kita sering mendengar seorang mubalik, menggunakan mimbar-mibar majelis ilmu untuk melakukan orasi  yang cendrung negatif. Seperti mencaci atau bahkan menyebar porpaganda. Padahal Tuhan sendirilah yang telah mengingatkan bagaimana semestinya kita harus menjaga lisan kita.

"Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk." (HR. Bukhari dan Al Hakim)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline