Lihat ke Halaman Asli

Jefta Ramschie

Cogito ergo sum

Keputusan Baleg DPR RI Terkait Revisi UU Pilkada: Konstitusional atau Inkonstitusional?

Diperbarui: 22 Agustus 2024   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Sumber: Berita 99.co Indonesia. 

Penulis : Jefta Ramschie, SH.

 

Baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan polemik Keputusan Baleg (Badan Legislasi) DPR RI yang menyetujui Putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024, untuk menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 70/PUU-XXII/2024 yang nantinya akan digunakan sebagai preseden terkait syarat usia calon kepala daerah dalam Revisi UU Pilkada.

Berbagai dinamika yang terjadi dalam rapat Baleg pun terjadi, salah satunya yaitu Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi langsung mengatakan bahwa mayoritas fraksi telah memilih putusan MA, tanpa menginventaris daftar fraksi terlebih dahulu. Proses pengambilan keputusan terkait hal ini juga terkesan "terburu-buru", karena proses ini dilakukan kurang lebih hanya dalam waktu 7 jam. Lantas terkait permasalahan ini, dapatkah putusan MA dapat menganulir putusan yang dikeluarkan MK terkait syarat batas usia calon kepala daerah? Berikut penjelasannya.

A. Kedua Mahkamah Beserta Kewenangannya.

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung merupakan lembaga tinggi negara yang sama-sama membidangi urusan peradilan norma di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman secara eksplisit di atur dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2), yang menyatakan bahwa :

Pasal 24 ayat (1) :

"Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan       keadilan."

Pasal 24 ayat (2 :

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah konstitusi."

Dari bunyi Pasal di atas, jika dikontekstualisasikan maka dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi merupakan dua lembaga tinggi negara yang memiliki tugas ,pokok, dan fungsi dalam menjalankan peradilan di Indonesia. Yang menjadi pembeda dari kedua mahkamah ini yaitu terkait dengan kewenangannya dalam mengadili norma sesuai tingkatannya. Mahkamah Agung (MA) Memiliki kewenangan untuk menguji Peraturan Perundang-undangan (ex:Perda) terhadap Undang-Undang.

 Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, yaitu :

Pasal 31 ayat (1) :

"Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materil hanya terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang."

Pasal 31 ayat (2) :

"Mahkamah Agung berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada Undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi."

Sedangkan Mahkamah Konstitusi memiliki tugas dan kewenangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 yaitu :

24C ayat (1) :

  • Menguji Undang-Undang dengan UUD NRI 1945;
  • Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
  • Memutus pembubaran partai politik (parpol);
  • Memutus sengketa hasil pemilihan umum (pemilu).

24C ayat (2) :

"Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang Undang Dasar."

Dengan kewenangan inilah, MK kemudian disebut sebagai Guardian of constitution (Penjaga Konstitusi).

B. Sifat Putusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline