Lihat ke Halaman Asli

Jefry Listyanto

Kelompok PMM 60

MAHASISWA UMM MEMBANTU PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DAN PENANAMAN SAYURAN UNTUK MASYARAKAT

Diperbarui: 2 November 2020   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Pandemi Covid-19 belum juga bisa dikatakan berakhir, namun kehidupan harus terus berjalan. Apakah kita mau terus hidup dengan pembatasan? Mengisolasi diri di rumah terus menerus? Sudah pasti jawabannya tidak. Tentunya kita ingin kembali bekerja, belajar, dan beribadah, serta bersosialisasi/beraktivitas agar bisa produktif di era pandemi ini. Jika hal tersebut tidak dilakukan, cepat atau lambat akan berdampak pada berbagai sektor, baik sosial, budaya, pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan, industri tidak berjalan, atau masyarakat kehilangan penghasilan. Untuk itu, masyarakat harus mulai beradaptasi dengan kebiasaan hidup baru atau disebut dengan ‘new normal life’, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Percepatan Penanganan Covid-19, Bapak Wiku Adisasmito. New normal adalah perubahan perilaku untuk tetap melakukan aktivitas normal dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Secara sederhana, new normal ini hanya melanjutkan kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan saat diberlakukannya karantina wilayah atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

w-5f9c2f028ede485e1101d592.jpg

          Dengan diberlakukannya new normal, masyarakat khususnya desa Trawas memiliki ide yaitu mengubah sampah menjadi pupuk Kompos. Sampah yang digunakan yaitu sampah organic, Limbah Ternak, kardus, Plastik, Kertas, Kaleng, dan Logam. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasii berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerob atau anaerob (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi kebutuhan 02, dan penambahan aktivator pengomposan.

          Banyak manfaat pembuatan kompos tersebut yaitu Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Masyarakat desa Trawas sangat antusias membantu pembuatan pupuk kompos tersebut, alhasil bapak kepala desa memberikan lahan ghanjarannya agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya desa Trawas.

e-5f9c2f3bd541df30e66b45b2.jpg

          Kegiatan pembuatan pupuk kompos dan pemanfaatan lahan yang diberikan oleh kepala desa ini tergolong kegiatan baru di Desa Trawas. Hal ini merupakan peluang untuk Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kelompok 60 yang tengah melaksanakan Program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) dan dibimbing langsung oleh Dosen Pembimbing Lapang (DPL) Ibu Yeyen Pratika,S.E.,MBA,untuk membantu masyarakat Desa Trawas merealisasikan kegiatan tersebut dengan baik.
          Dalam kegiatan tersebut, PMM UMM kelompok 60 ikut membantu masyarakat Desa Trawas menanam dan memanen sayuran. Hasil dari panen sayur tersebut akan disetor ke pasar terdekat maupun ke pabrik yang membutuhkan sayuran dari Desa Trawas. Selain itu, sektor pertanian di Desa Trawas ini merupakan suatu hal yang dapat membantu pendapatan masyarakat. Maka dari itu, kini masyarakat Desa Trawas memiliki lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan lahan ghanjaran untuk ditanami sayuran. Dalam hal ini,maka pertumbuhan ekonomi di Desa Trawas akan terus meningkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline