Setiap orang tentu tidak ingin merasakan gagal mendapatkan pekerjaan idaman. Namun siapa sangka, situasi tersebut justru menuntun langkah Vivi Lutfia Mayasari menjadi lebih berguna bagi orang di sekitarnya. Kini, dara kelahiran Lamongan 26 tahun silam ini mengabdikan diri merawat para lansia di unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Griya Wreda Surabaya.
Begitu memasuki halaman UPTD Griya Wreda Surabaya di Medokan Asri Barat X Blok N No. 14, alunan lagu tradisional Jawa langsung menyapa telinga. Tak berselang lama, sosok perempuan ramah senyum turun dari lantai dua, menyapa sejumlah lansia yang sedang duduk-duduk di pelataran. Dia adalah Vivi yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai UPTD Griya Wreda Surabaya.
“Ya begini ini setiap hari memang diputar lagu-lagu Jawa karena mbah-mbah di sini suka sekali. Volumenya memang cukup keras karena maklum pendengaran para penghuni griya wreda sudah tidak maksimal,” katanya, Jumat (8/5/2015).
Vivi Lutfia Mayasari sehari-hari bekerja sebagai pegawai di UPTD Griya Wreda Surabaya (dok. pribadi)
Bekerja di bidang sosial sejatinya bukan ‘barang’ baru bagi anak pasangan Mujib dan Ida Kurniawati ini. Sejak 2009, Vivi sudah bekerja di UPTD Kampung Anak Negeri Surabaya. Bedanya, yang ditangani adalah anak-anak jalanan (anjal) dan anak-anak terlantar yang mayoritas tertangkap razia Satpol PP.
Di situ, kesabaran Vivi benar-benar diuji. Pasalnya, merawat 35 anak bukan perkara mudah. Apalagi banyak di antara mereka yang datang dari latar belakang broken home. Sebagian besar punya perilaku nakal dan susah diatur. “Anak-anak itu (penghuni UPTD Kampung Anak Negeri) sering kali harus dimarahi jika sudah kelewat batas. Tapi kita tetap berpedoman pada prosedur tidak boleh ada kontak fisik berupa pukulan yang menyakiti mereka,” tutur anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Vivi menceritakan, pernah suatu saat dia beradu argumen dengan pengamen yang tertangkap operasi. Pengamen tersebut bersikukuh menolak ditempatkan di UPTD Kampung Anak Negeri. Alasannya, di luar sana dia bisa punya penghasilan rata-rata Rp 80 ribu dari hasi mengamen. Namun, berbekal sedikit ‘ilmu negosiasi’, Vivi akhirnya berhasil mengatasi masalah tersebut. “Senjata saya, ya di Kampung Anak Negeri bisa makan gratis,” ungkapnya lantas terkekeh.
Lima tahun berkarir di UPTD Kampung Anak Negeri, Vivi pindah tugas ke UPTD Griya Wreda pada Agustus 2014. Saat itu dia merasakan ada perbedaan besar antara bekerja di UPTD Kampung Anak Negeri dan Griya Wreda. Bedanya, di Kampung Anak Negeri, para pegawai boleh membentak/memarahi penghuni dalam rangka membentuk mental disiplin. Konsep tersebut jelas tidak bisa diterapkan di UPTD Griya Wreda. Untuk itu, setiap pegawai wajib mengedepankan naluri sisi pendekatan perasaan, atau komunkasi dari hati dalam berinteraksi dengan para lansia. “Intinya hati harus ikhlas,” imbuhnya.
Ditanya lebih mudah mana, menangani anjal atau lansia? Menurut Vivi, menangani lansia jauh lebih mudah. Sebab, anjal lebih susah diatur dan kebanyakan membantah ketika diberi instruksi. “Kalau mbah-mbah di sini lebih kooperatif. Cuman ya itu, intinya harus lebih sabar di sini. Harus lebih memahami perasaan lansia,” ujar penggemar film bernuansa Islami ini.
Di griya wreda, Vivi bersama para karyawan lain harus mengurus kebutuhan para penghuni yang jumlahnya mencapai 50 lansia dengan rentang usia 60 sampai 86 tahun. Mulai keperluan administrasi, pertanggungjawaban biaya makanan, membuat surat rujukan ke puskesmas/rumah sakit bilamana ada penghuni yang sakit, hingga interaksi langsung dengan para eyang.
Ketulusan dan keikhlasan adalah bekal utama Vivi dalam menjalankan pekerjaannya. (dok. pribadi)
Pernah suatu saat, Vivi mendapati pengalaman menarik. Ada satu lansia ‘unik’ berusia 70 tahun. Setiap mendengar bunyi pintu pagar dibuka, dia selalu ingin pulang. Pengurus UPTD tidak mengizinkan karena lansia tersebut ditemukan dalam kondisi miskin dan terlantar. Jika dipaksakan dikembalikan ke tempat asalnya, pemkot khawatir kondisinya malah makin memburuk.
Hal itu disikapi Vivi dengan membujuk lansia tersebut. Jadi, setiap kali hendak pulang, Vivi selalu dengan sabar dan berulang-ulang menyiapkan ‘skenario’ bujukan guna mengalihkan perhatian sang mbah. “Misalnya saya alasan mobilnya masih dipakai, ada kalanya saya mengatakan bahwa mobilnya masih beli bensin. Tapi, syukurlah lama-kelamaan keinginan pulang itu sudah terkikis. Sekarang sudah tidak ingin pulang. Mungkin sudah enjoy di sini,” ungkap Vivi mengenang momen itu.
Meskipun dalam menjalankan pekerjaannya kesabaran Vivi kerap diuji, namun penyuka nasi goreng dan bakso ini konsisten menyelipkan pesan-pesan motivasi bagi para penghuni UPTD Kampung Anak Negeri maupun UPTD Griya Wreda Surabaya. Tujuannya sederhana. Vivi ingin para penghuni yang dirawatnya menjadi jauh lebih baik secara jasmani dan rohani.
Vivi selalu mencoba memotivasi dan memahami perasaan para penghuni Griya Wreda. (dok. pribadi)
Bukan Pilihan Utama, tapi Membawa Berkah
Vivi mengaku bekerja di UPTD Kampung Anak Negeri maupun Griya Wreda bukanlah pilihan utama dalam karirnya. Lulusan S1 Ekonomi Manajemen Universitas Islam Lamongan (Unisla) ini punya impian bekerja di bank. Oleh karenanya, dia gigih melamar dari satu bank ke bank lainnya.
Keinginan Vivi tidak berjalan selaras dengan kenyataan. Tidak satu pun lamaran pekerjaannya diterima. Hal tersebut sempat membuat Vivi drop. Kendati demikian, keluarga tetap memotivasi Vivi agar tidak menyerah.
Sampai kepada suatu saat, Vivi mendapat informasi lowongan pekerjaan di UPTD Kampung Anak Negeri Surabaya dan mencoba peruntungan karirnya di sana. Setelah lima tahun berkecimpung di UPTD Kampung Anak Negeri dan satu tahun di UPTD Griya Wreda (aktif sampai sekarang), Vivi merasakan banyak hikmah yang dapat dipetiknya.
Berkaca dari pengalamannya bekerja di bidang sosial selama ini, dia merasa menjadi pribadi yang lebih bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan. Dia senang karena bisa berguna bagi orang lain di sekitarnya.
“Tidak ada penyesalan atas kegagalan saya. Ini semua jalan yang disediakan Tuhan dan kewajiban saya adalah menjalaninya dengan ikhlas. Sebab, dari sudut pandang agama, bekerja dengan ikhlas dan berguna bagi orang lain lebih membawa banyak pahala, berkah dan kebahagiaan bagi hidup kita,” kata dia.
Ke depan, perempuan yang juga sempat menempuh pendidikan D1 Jurusan Teknologi Informasi ini mengusung misi menggugah kesadaran masyarakat agar lebih peduli terhadap lansia. Sebab, berdasar pengalamannya, dia banyak menjumpai orang yang (sebenarnya) mampu tapi justru menitipkan orang tuanya di panti wreda. Hal itu membuat hatinya miris.
Guna memuluskan goal-nya itu, kini Vivi aktif menggandeng komunitas agar lebih peka terhadap kondisi lansia di lingkungan sekitarnya. Dia juga memanfaatkan sosial media (sosmed). Caranya dengan menyebarkan informasi, kebijakan daerah, program pemerintah hingga kata-kata bijak yang erat kaitannya dengan respek terhadap lansia.
Di samping itu, Vivi berpesan kepada seluruh perempuan Indonesia agar bersemangat mengejar cita-cita dan karirnya sebagai implementasi kesetaraan gender. Namun, menurut dia, fokus terhadap cita-cita dan karir bukan berarti harus mengesampingkan rasa hormat terhadap laki-laki.
******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H