Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang lahir dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Dalam menjalankan peran dan fungsinya, KPK terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun (independen).
KPK sebagai independent agency, diklasifikasikan sebagai komisi negara (State organ) yang berada di luar cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. KPK sendiri lahir dari perkembangan doktrin klasik mengenai pembagian kekuasaan (separation of power) yang diperkenalkan oleh Montesquieu.
Berdasarkan perkembangan teori ini lahirlah lembaga negara yang berada diluar lingkaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang diberi kewenangan melaksanakan fungsi kekuasaan negara.
Secara umum ada dua alasan utama yang melatar belakangi munculnya lembaga independen dalam pembagian kekuasaan negara. Pertama, munculnya lembaga independen disebabkan adanya perkembangan kegiatan negara (modern) yang semakin komplek hingga membutuhkan banyak lembaga atau alat perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas atau fungsi negara. Kedua, kemunculan lembaga independen disebabkan adanya tuntutan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien, dan berkeadilan.
KPK lahir dari paradigma penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan kasus korupsi. Pada konsideran menimbang huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional, belum sepenuhnya mampu dalam pemberantasan kasus korupsi.
Maka diperlukanlah suatu metode penegakan hukum secara komprehensif didalam menangani perkara korupsi, yang dilaksanakan oleh lembaga yang independen.
Selain itu lahirnya KPK juga didasari atas berubahnya paradigma sifat melawan hukum dari tindak pidana korupsi , sebagai pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas.
Namun gejala umum yang dihadapi oleh negara-negara yang membentuk lembaga-lembaga independen adalah persoalan kedudukan dalam struktur ketatanegaraan, serta pola hubungan dengan antara lembaga independen dengan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. KPK sebagai lembaga independen jelas berada di luar lingkar kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Menurut pasal 3 UU KPK dengan tegas menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Alasan hukum mengenai sifat independensi KPK secara terang dan jelas dinyatakan didalam pasal 11 UU KPK yang menyatakan bahwa, pihak-pihak yang paling potensial untuk diselidiki, disidik, serta dituntut oleh KPK adalah aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.