Lihat ke Halaman Asli

Jeff NdunJr

Sampah Inzphyrasi

Kopi dan Pisang Goreng Mama

Diperbarui: 28 November 2022   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto.dokpri.com

"Atau mama buat kopi dan pisang goreng  untuk minum dan makan di jalan?, tanya mama. "Tunggu, saya pikir-pikir dulu", jawabku. Tanpa menunggu jawabanku, mama langsung bergegas ke belakang. Entah untuk apa, aku tidak tahu secara pasti. Dengan kebiasaan memegang hidung sambil bersandar di kursi, aku terus mengutak-atik HPku. Sesekali aku menjawab singkat sapaan dan ocehan dari orang-orang lewat di depanku.

Beberapa menit kemudian, aku pergi ke kamar. Membaringkan raga di atas tempat tidur. Sekadar untuk menutup mata. Biarkan segala letih berubah jadi mimpi dan hilang ketika aku bangun. Sedangkan hari kian senja, waktu untuk pulang semakin mendekat.

Setelah bangun, aku pergi ke depan rumah. Bergabung bersama teman-teman perjalananku. Aku hanya diam, melihat-lihat, bicara seperlunya sambil berdiri menafsir kemungkinan-kemungkinan yang turun bersama hujan dan kepastian-kepastian yang datang setelah hujan pergi.

"Bagaimana dengan bensin?", Tanyaku. "Sudah jalan pulang baru kita isi", sahut temanku. "Tetapi di sini harus menggunakan aplikasi. Maka kita harus daftar", jawabku. Mulailah proyek baru dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Setiap orang berjuang mendaftar walaupun gagal menjadi teman yang paling banyak menjenguk usaha. Jaringan yang buruk, pengetahuan yang minim menambah kerumitan proyek ini. Tetapi begitulah, perjuangan pasti membuahkan hasil. Semuanya selesai walaupun telah melampaui jam pulang yang ditentukan.

Aku kembali ke dalam rumah. Mataku dikagetkan dengan dua toples yang telah terisi dengan pisang goreng. Sedangkan di sudut meja ada kopi di dalam botol. "Owh tadi mama ke belakang untuk buat pisang goreng dan kopi. Cepat sekali", gumamku dalam hati.

"Ayo jalan. Jam sudah mau magrib", kataku kepada teman-teman. "Nanti kopi dan pisang, jangan dia makan dan minum. Karena dia yang tidak mau dan masih pikir-pikir", kata mama kepada teman-temanku. Aku hanya memberikan senyum, dan berjalan ke mobil. Lalu anaknya datang mendekatiku lalu katakan "jalan hati-hati". Masih lagi kata mama kepada teman-temanku, mengingatkan mereka supaya aku jangan diberi pisang goreng dan kopi. "Saya tidak makan pisang goreng, saya hanya makan pisang dalam balutan terigu dan juga minum cairan hitam dalam botol", jawabku. Mama hanya tertawa sambil mengingatkan kami untuk hati-hati. Kami pun pulang.

Kopi mama, kami teguk dalam mobil ketika kami sudah menempuh perjalanan begitu jauh. Menggunakan tempat dari Aqua gelas kami menikmati aroma dan rasa kopi mama. Membuat harapan kami tak segelap malam itu. Doa kami untuk tiba di tempat tujuan makin terang dan nikmat. Kami seperti tak pernah mengenal gelap dan merasakan dingin malam. Kopi mama lebih terang dari bulan dan lampu mobil, lebih tebal dari jaket buatan luar negeri.
Pisang goreng yang renyah, semakin membawa kami untuk pulang ke rahim mama. Sekadar merindukan belaian tangan mama di kepala ini. Pulang untuk memilih kata-kata nasihat mama yang tercecer di dalam dapur, yang belum sempat hangus dibakar api kompor. Pulang untuk mencari emas, yang masih tertinggal pada ujung rotan mama.

Semua habis dinikmati. Kopi mama penuh kasih dan tanpa pilih kasih. Kopi dan pisang goreng, yang membuat rindu tak akan menjadi tua. Cinta akan semakin purba dari perjumpaan. Doa yang lebih kuat dari sekadar perpisahan. Kami pulang ... Kenangan dan rindu berdatangan. Singgah di kepala, lalu terdiri lelap. Mampir di hati lalu menjadi foto yang terpajang di sana.

Ada kopi dan pisang goreng mama yang tak pernah tua. Hanya akan ada sua dalam ingatan dan rindu.

Dunia Jalanan, 26 November 2022

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline