Rabu, 23 Februari 2022
PW Santo Polikarpus, Uskup dan Martir
Yak. 4: 13-17
Mrk. 9: 38-40
Sahabat-sahabat ...
Hari ini bersama Bunda Gereja kita merayakan Pesta Wajib Santo Polikarpus, Uskup dan Martir. Ia dilahirkan sekitar tahun 69-80. Ia adalah murid langsung dari Santo Yohanes, Rasul dan karenanya mendapat pengajaran langsung dari St. Yohanes, Rasul. Pengajaran tentang Kristus inilah, yang ia teruskan dalam karya pelayanannya. Ia ditahbiskan menjadi imam dan kemudian diangkat menjadi Uskup Smyrna. Ia dikenal sebagai gembala yang berani.
Pada masa kepemimpinannya, jemaat Kristian di Smyrna hidup dalam penganiayaan oleh Kaisar Markus Aurelius dan pengikutnya. Sebab mereka menolak untuk menyembah kaisar sebagai raja dan juga dewa-dewa yang disembahnya. Jemaat hidup dalam tekanan, intimidasi bahkan penganiayaan yang berat. Uskup Polikarpus sendiri pun turut dicari dan ingin dibunuh. St. Polikarpus disuruh oleh jemaat untuk bersembunyi namun ia tidak mau dan tetap berada dalam Kota Smyrna.
Pada suatu kesempatan, oleh bantuan umatnya yang murtad, St. Polikarpus ditangkap dan dihukum mati. Namun sebelum ditangkap, ia mengajak para prajurit untuk makan bersama. Setelah itu ia meminta izin untuk berdoa sejenak. Pernyataannya yang terkenal adalah "saya telah melayani Kristus selama 86 tahun dan Ia tidak pernah mengkhianatimu. Bagaimana saya mengutuk Kristus dan penyelamatku?. Ia akhirnya dihukum mati dengan di bakar. Ia meninggal pada tahun 156 M.
Sahabat-sahabat ...
Kisah hidup St. Polikarpus di atas menunjukkan salah satu nilai iman yang luar biasa yaitu kesetiaan. Ia tidak menggadaikan iman untuk manusia. Ia tidak menjual Tuhan kepada manusia dan dewa-dewa yang tidak jelas. Sikap iman ini menjadi tanda bahwa beriman pada Tuhan bukan sebuah pilihan yang bersifat obralan melainkan sebuah sikap yang mutlak. Iman bukan sebuah urusan perasaan dan otak semata melainkan urusan praksis dalam hidup sehari-hari.
Dalam kedua bacaan pada hari menegaskan kepada kita akan hubungan antara iman dan sikap hidup. Bahwasannya sering iman hanya dimengerti hanya sebagai sebuah defenisi indah, sebuah konsep teoritis, sebuah pemahaman konseptual. Iman batasi pada seperangkat pengajaran dan seperangkat aturan moralis dari Tuhan. Ini adalah sebuah kekeliruan. Rasul Yakobus menegaskan bahwa bila iman hanya berada pada tataran tersebut maka hal itu adalah dosa. "Jadi jika orang tahu berbuat baik dan tidak melaksanakannya, ia berbuat dosa", kata Rasul Yakobus. Iman perlu diperluas pengertian dan pemahamannya dalam tindakan dan aksi nyata.
Sahabat-sahabat ...
Demikian pula nasihat Yesus kepada murid-murid-Nya dalam bacaan pertama bahwa yang kebaikan dan kejahatan tidak dapat dilaksanakan dalam satu waktu yang sama. Ketika orang melakukan kebaikan dan tidak mengumpat Tuhan, itu secara intrinsik ia berada dalam satu garis dengan Tuhan. Sebagaimana Yesus tidak mengkhianati diri-Nya, demikianlah segala yang baik yang dilakukan oleh orang lain pun sesuai dan merupakan bagian dari keberadaan diri-Nya.
Maka kita perlu melihat dan menghargai segala kebaikan yang keluar dari orang lain yang dilakukan secara tulus dan ikhlas. Tuhan bekerja di dalam diri orang-orang yang baik dan benar sekalipun secara kasat mata mereka tidak mengungkapkan bahwa mereka beragama atau beriman. Bahwasannya lebih baik seorang atheis yang melakukan kebaikan dalam hidup daripada orang beriman tetapi tidak pernah melakukan kebaikan dalam hidup.
Selamat Bermenung. Semangat Melayani Sepenuh Hati.
Tuhan memberkati. Doa Bunda Maria, Para Kudus, St. Polikarpus dan Mgr. Gabriel Manek, SVD menyertai selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H