Lihat ke Halaman Asli

jefri99

Mencoba mengatakan kebenaran dengan tetap hindari fitnah (meski kadang terasa pahit)

Merekayasa Ijazah SD Demi Syahwat Politik Kepala Desa

Diperbarui: 29 Juni 2016   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membersihkan  praktek Kolusi Korupsi dan Nepotisme(KKN) dinegeri ini memang tak semudah membalikkan tangan atau seperti membeli pisang goreng di warung.Sikap apatis masyarakat yang terlanjur sering melihat tontonan wakil rakyat melakukan korupsi atau merekayasa data demi sebuah kepentingan,yang  seakan telah menjadi hal biasa, menambah kejenuhan cara pandang masyarakat  dalam perkembangan demokratisasi di negeri ini. Hal inilah yang  menjadi salah satu penyebab  menumpukknyanya sikap apatis masyarakat terhadap kebenaran sejati, yang semestinya senantiasa digelorakan pada setiap saat terjadi penyimpangan. 

Maka tak heran jika kehadiran sosok Basuki Tjahaya   Purnama(Ahok )dalam Pilgub DKI 2017, menjadi fenomenal sekaligus kontradiksi ditengah upaya pencarian figur sejati ditengah kegalauan masyarakat memaknai hakikat demokrasi sejati(meskipun pada nantinya belum tentu benar, pilihan masyarakat DKI sebagaimana yang tergambar pada saat ini)  Pada permasalahan  persyaratan sebagai calon Kepala Desa misalnya, yang acapkali menyisakan benang kusut, ,lingkaran syetan yang tak jelas ujung pangkalnya dan teramat sering menimbulkan konflik juga korban. Jika saja dicermati dengan seksama tentunya hal  penyimpangan hampir bisa dipastikan,dilakukan secara bersama-sama/melibatkan banyak pihak, terutama birokrasi yang mempunyai kewenangan melegitimasi .

Carut marut persoalan pasca pemilhan kepala desa ribuan kali telah terjadi dinegeri ini. Hanya sayangnya pada sisi lain perbaikan system yang dilakukan pemerintah dalam kasus tersebut belum seimbang dengan jumlahnya permasalahan yang sering kali terjadi dan berulang-ulang. Diatas kertas sejumlah peraturan telah dibuat dalam rangka perbaikan kwalitas pemilihan kepala desa disuatu daerah, namun demikian tindakan tegas terhadap penyimpangan dirasa minim dan hukum seakan masih berpihak pada tulisan, bukan pada akar permasalahan(enggan menggali lebih dalam tentang asal muasal, guna mendapatkan bukti sejati). Sedangkan tulisan/stempel dalam teori penyimpangan sangatlah mudah dibuat, apalagi  tulisan/stempel atau tulisan tersebut dalam waktu singkat telah pula dilegalkan oleh pejabat setempat yang berkompeten, seolah-olah semua telah asli, legitimed /syah.

Sebagai contoh kecil, pemilihan kepala desa yang yang terjadi  desa Kabupaten Madiun, tepatnya desa Tawangrejo,Kecamatan Gemarang, Parti(53 th) yang saat sekarang telah dinonaktifkan dari jabatanya sebagai Kepala Desa oleh Bupati Madiun, dengan segala daya dan upaya, Parti  telah berhasil mengelabuhi Panitia Pemilihan Kepala Desa(atau mungkin telah juga bekerja sama), dengan ijazah kejar paket B  abal-abal. Tidak itu saja, ijazah SD nyapun ditenggarai palsu. Sebagaimana yang telah diterangkan  Sukanto(mantan Guru SD yang mengajar pada saat Parti bersekolah),’’Parti itu bersekolah hanya sampai klas IV. 

Pada waktu itu dia keluar sekolah karena dinikahkan orang tuanya dan tidak meneruskan sekolah lagi”. Lantas dari mana kalau saat sekarang Parti bisa mendapatkan ijazah SD?  Berdasarkan penelusuran salah satu anggota LSM  didaerah tersebut, modus yang dipakai pada rekayasa itu adalah memakai form ijazah siswa lain, yang kebetulan dalam satu kelas ada yang namanya sama(namanya Parti A). Hal ini sesuai dengan pengakuan Parti A yang sampai saat ini tidak mendapatkan ijazah SD, meskipun dia telah mengikuti  ujian akhir pada masa itu. 

Team koresponden berita ketika mengkonfirmasi perihal ini kepada Dadi Wardoyo(mantan Guru kelas yang mengajar pada saat itu), menyatakan tidak tahu menahu. Dari keterangan Sdri.Parti A(seminggu sebelum Pilkades dihelat),”Pak Dadi dan Pak Kepala Sekolah mendatangi rumah kami dan berpesan, kalau ada orang yang menanyakan soal ijazah, saya disuruh bilang bahwa ijazah saya masih dipinjam” begitu keterangan disampaikan Parti A. Dari sinilah awal kebusukan persyaratan Pilkades dimulai.

Lalu kenapa pihak penegak hukum enggan menelusuri dan mengusutnya dengan tuntas perkara tersebut? Sebagaimana telah dipaparkan diawal, menegakkan kebenaran, mengusut kebusukkan tidak semudah membalikkan tangan, sekalipun bukti ,data dan fakta telah sangat akurat. Terlebih jika yang melingkari kebusukkan tersebut adalah  penguasa yang berkompeten dan punya kepentingan dibalik kepalsuan tersebut. 

Bisa-bisa masyarakat yang melaporkan kebenaran itu dikategorikan sebagai provokator atau segelintir yang menganggu stabilitas kenyamanan.Pada saat penelitian berkas calon Kepala desa, team dari kandidat lain juga telah meminta, agar diadakan verifikasi fakual, karena ditenggari ijazah Parti aspal. Namun hal tersebut dibantah keras oleh Kasie.Pem Kec.Gemarang (Agus Jawari), “Ini mau pemilihan kepala desa atau mau debat kusir, mana cukup waktunya kalau harus verifikasi fakual, nanti saja jika Pilkades sudah selesai di laporkan ke ranah hukum/Polisi”  Pernyataan Pejabat Kecamatan inilah yang akhirnya menjadi tameng kkepalsuan tersebut. 

Semua diam, larut dalam kebisuan dan seakan telah tergiring oleh pernyataan Pak Agus Jawari.S.Sos, yang pada saat itu bertindak sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan.Gemarang, Kabupaten Madiun. Pada kasus rekayasa ijazah SD Parti diatas, jika saja Tuhan dan Malaikat kelihatan dan ada alamat kantornya, mungkin baru bisa dilapaorkan secara lansung dan akan  diadili dengan seadil-adilnya. Sampai kapan hal ini akan terus terjadi, tergantung dari para pemuda sebagai generasi penerus cita-cita bangsa  ini. Tidak kalah pentingnya pula adalah perbaikan system dari hari kehari, revisi peraturan, dan nyali untuk menerebos ketidakadilan harus juga dimiliki dan tertanam disetiap dada pemuda dinegeri ini. Setelah bergelut sekian lama dibangku akedemis, perlu kiranya menunjukan aksi membela kaum yang lemah, berani menyampaikan kebenaran, meski sejuta aral melintang  yang setiap saat disuguhkan oleh para penguasa guna mempertahankan kekuasaanya dan uang.(Sholan, Mdn)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline