Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Jeffry Pangaribuan

Mahasiswa Universitas Airlangga

Haruskah Berpacaran?

Diperbarui: 11 Desember 2022   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Kata remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin, adolescentia, yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Sesuai dengan namanya, pada masa remaja mulai didapati perkembangan organ seksual dan karakteristik seksual sekunder, aspek kognitif, emosi, sosial, serta moral dalam peralihannya dari masa anak-anak menuju dewasa. 

Pada saat seorang individu melalui masa remajanya, yakni saat berusia 12—21 tahun, muncul hasrat untuk mencoba hal-hal baru dan melepaskan diri dari dominansi orang tua mereka. Seiring dengan perkembangan organ reproduksi dan aktifnya hormon seksual, remaja mulai memiliki ketertarikan kepada lawan jenis dan keinginan untuk berpacaran.

Akan tetapi, di Indonesia banyak terjadi perilaku pacaran yang tidak sehat, baik secara fisik maupun psikis, atau biasa dikenal dengan dating violence. Kekerasan emosional, verbal, pemerkosaan, bahkan pembunuhan ini dapat ditemui pada pasangan yang sebelumnya mengaku saling menyayangi. 

Di Tangerang, misalnya, laki-laki berusia 18 tahun dengan inisial YP memerkosa dan menganiaya kekasihnya yang masih berusia 16 tahun karena tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Pemerkosaan lainnya juga dialami oleh seorang perempuan 16 tahun berinisial PU. 

Ia diperkosa oleh kekasihnya sendiri, yakni seorang laki- laki yang telah berusia 21 tahun. Sejak 1 Januari hingga 16 Maret 2021, terhitung ada 426 kasus kekerasan seksual dari 1.008 kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, menurut Asisten Seputi Perumusan Kebijaakan Perlindungan Hak Perempuan Ali Khasan dalam diskusi daring yang diadakan pada Jumat, 19 Maret 2021. 

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Komnas Perempuan yang ditampilkan pada Catatan Tahunan (CATAHU) 2021, diketahui bahwa sebanyak 79% dari 8.234 kasus kekerasan yang ditangani oleh lembaga tersebut merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga/ranah personal (KDRT/RP). Jadi, terdapat 6.480 kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan dilakukan oleh orang yang mereka cintai, baik suami maupun kekasih mereka.

Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jihan Rahmsa dan Herdina Endrijati, korban kekerasan saat berpacaran ini memiliki kaitan dengan sikap asertivitas atau ketegasan yang mereka miliki. 

Ditemukan kecenderungan peningkatan potensi kasus kekerasan dalam berpacaran bila individu tersebut memiliki sikap asertivitas yang rendah dan berlaku pula sebaliknya. Remaja yang masih dalam proses pencarian jati diri rentan dimanipulasi oleh orang yang ia percayai, salah satunya oleh pasangannya. Gaslighting merupakan perilaku yang dapat mempengaruhi seseorang untuk meragukan penilaian dan persepsinya sendiri. 

Pada akhirnya, korban dari gaslighting akan menuruti keinginan dari pelaku, mempertanyakan persepsinya sendiri, dan memiliki ketergantungan pada pelaku dari gaslighting tersebut. Tidak mudah bagi remaja yang belum memiliki prinsip untuk melawan orang yang ia percayai, yaitu kekasihnya. 

Di saat yang bersamaan, ada banyak orang yang melakukan gaslighting untuk memiliki kuasa atas orang lain dan memanipulasinya untuk mengikuti seluruh keinginan dari pelaku, tak terkecuali hubungan seksual.

Hal tersebut tentunya dapat membawa remaja menuju perilaku seks pranikah. Namun, hubungan seksual sebelum nikah yang tidak aman dan tanpa persetujuan dari kedua belah pihak berpotensi membawa masalah, seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan gangguan fisik, psikis, serta seksual pada salah satu pihak. Tindak kekerasan secara fisik, psikis, dan seksual ini memiliki dampak, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline