Lihat ke Halaman Asli

Jeffry Kurniawan

Pecandu Ilmu

Dengarkan, Mainkan, Cintai, Pujilah, dan Berubahlah

Diperbarui: 7 Agustus 2020   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Patung Johann Sebastian Bach, Sumber https://en.wikipedia.org/

Kemarin saya mulai menonton The K2 sebuah drama Korea yang tayang tahun 2016. Sewaktu melihat episode satu, saya dikagetkan dengan sound musik yang didengarkan yaitu alunan komponis Johann Sebastian Bach yang berjudul Air on the G string.

Mendengar alunan tersebut, pikiran saya langsung melayang pada masa awal-awal SMP. Saya mendapat perundungan dari teman-teman saya karena saya menyukai musik klasik apalagi karya Johann Sebastian Bach. 

Kata mereka musik klasik itu tidak gaul, tidak keren, dan tidak kekinian. Mereka menyarankan saya untuk mendengarkan musik rock, hardcore, dan emo yang sesuai dengan perkembangan zaman itu dan semenjak itu saya tidak mendengarkan musik klasik lagi.

Perkenalan saya dengan musik klasik ketika saya sekolah Minggu di gereja. Selain itu, sejak kecil saya selalu didengarkan alunan musik klasik sama orang tua seperti fur elise karya Ludwig van Beethoven, Eine Kleine Nachtmusik karya Wolfgang Amadeus Mozart, Air on the G string karya Johann Sebastian Bach, Canon in D karya Johann Pachelbel dll. Alasan orang tua memperdengarkan musik klasik agar hati tenang dan pikiran menjadi jernih.

Setelah selesai menonton episode 1 saya langsung browsing kumpulan musik karya Johann Sebastian Bach di youtube. Saya merupakan penganggum karya-karya Johann Sebastian Bach terlebih yang berjudul air Air on the G string. Lagu ini bagi saya sangat menyentuh relung hati paling dalam dan pikiranku yang saat ini lagi kacau.

Mengapa Johann Sebastian Bach? Karena Johann Sebastian Bach menuliskan lagu hanya untuk memuliakan Tuhan saja sehingga musik-musik yang dia tulis merupakan representasi perasaaan jujur manusia seperti mencintai, bahagia, tertawa, lelah, putus asa, sedih, menangis, kehilangan, dikhianati, dan hancur berkeping-keping. Tak heran dalam kondisi apapun sewaktu kita mendengarkan musiknya akan selalu relate dengan kondisi kehidupan kita.

Johann Sebastian Bach lahir pada 31 Maret 1685 dan meninggal pada 28 Juli 1750. Semasa hidupnya, dia seorang manusia yang mengalami dan merasakan semua hal pahit dan getirnya kehidupan seperti di usia 10 tahun dia sudah menjadi yatim piatu. Istri pertama dan cinta sejatinya meninggal secara mendadak. 11 dari 20 anaknya meninggal saat kelahiran dan masih kanak-kanak.

Saya sangat menyukai lagu yang berjudul Air on the G string karena selalu mengaduk-aduk emosi, perasaan, jiwa, dan pikiran saya. Selalu ada kepuasan tersendiri setelah mendengarkannya. Mengutip dari SongFacts, lagu berjudul Air on the G String merupakan aransemen untuk biola yang dibuat pada abad 19. Dia menulis lagu ini untuk melindungi Pangeran Leopold dari Anhalt sekitar tahun 1717 -1723.

Hal yang menarik mengapa berjudul Air on the G String? karena pada tahun 1871 ada pemain biola Jerman bernama Agustus Wilhelmj (1845-1908) menggeser kunci permainan musik dari D-Mayor ke C-Mayor. Tujuannya agar dapat dimainkan hanya pada satu senar biola yaitu senar bernada G sehingga lebih mudah dimainkan. Berikut saya tampilkan Air on the G String karya Johann Sebastian Bach 


Pada tahun 1994 Yngwie Malmsteen seorang gitaris rock legendaris menggunakan nada lagu Air on the G String menjadi sebuah lagu berjudul "Prisoner of Your Love". Berikut saya tampilkan lagu Prisoner of Your Love karya Yngwie Malmsteen

Tanpa disadari, lebih dari 10 tahun saya tidak mendengarkan karya-karya Johann Sebastian Bach lagi. Berkat melihat The K2 saya kembali menemukan musik yang meneduhkan hati, jiwa, dan pikiran saya. Blaise Pascal pernah mengatakan bahwa hati memiliki cara berfikir yang tak dimiliki otak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline