Lihat ke Halaman Asli

Jeffry Kurniawan

Pecandu Ilmu

Mengapa Stoic?

Diperbarui: 29 Juli 2020   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Patung berkuda Marcus Aurelius. Roma, Italia.id.depositphotos.com

Awal mula berkenalan dengan filsafat stoa ketika saya mendengar kuliah umumnya Romo Setyo di Komunitas Salihara yang berjudul Keutamaan adalah Latihan atau Aksesis. Dalam mendengarkan kuliah umum itu, saya hanya bilang "wow" ternyata ada ya filsafat yang digunakan sebagai pedoman hidup untuk hidup bahagia. Setelah mendengarkan pemaparan itu, saya refleksikan dan saya simpan dalam memori siapa tahu bermanfaat untuk masa depan.

Saya termasuk seonggok daging yang terlambat mengalami quarter life crisis yang biasanya dialami pada usia 25 tahun namun saya mengalaminya di usia 27 tahun. Quarter life crisis ini saya dapat ketika saya mengerjakan tesis dimana dalam pengerjaannya saya merasa sangat dipermudah, cepat, dan tanpa kendala karena sudah saya persiapkan sebelum ambil S2 di UNS.

Kelancaran ini membuat saya takut karena banyak teman-teman dan kakak tingkat waktu berkunjung ke Solo selalu menginap di kos dan curhat karena sulit mendapatkan pekerjaan setelah lulus S2 dan dikejar-kejar untuk segera melamar dan menikah.

Bukan hanya satu, dua orang yang curhat seperti itu namun lebih dari sepuluh orang curhat dengan topik yang sama.

Curhatan demi curhatan yang saya terima ini membuat pertahanan diri saya jebol sehingga saya mengalami ketakutan untuk menghadapi masa depan.

Selain itu, waktu saya melakukan penelitian di Blitar, saya bertemu dengan teman-teman SMA dan mereka juga curhat kalau menikah muda itu tidak enak, gaji pas-pasan, biaya susu dan popok mahal, feed Instagram yang membuat iri serta pertengkaran rumah tangga karena faktor finansial.

Mendengarkan curhatan ini semakin membuat saya ketakutan melihat masa depan sehingga saya berencana untuk menunda kelulusan karena ketakutan setelah lulus saya harus bersikap bagaimana?

Ada tiga tipe investor yaitu konservatif, moderat, dan agresif. Saya termasuk investor dengan tipe agresif sehingga memiliki profil resiko high risk, high return.

Hal ini saya lakukan karena saya memilih untuk meninggalkan pekerjaan yang sudah mapan di Malang untuk melanjutkan pendidikan di Solo dengan focus mengejar ketertinggalan secara akademis karena saya berambisi menjadi dosen di salah satu kampus kota pelajar di Indonesia.

Setelah melewati berbagai drama, saya lulus tepat waktu dan melamar kerja dikampus impian saya. Saya mendaftar, melakukan berbagai test masuk dan berakhir dengan kegagalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline